Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Republik Indonesia berharap penegakan keadilan dalam proses peradilan mantan Presiden Irak, Saddam Hussein, hingga tingkat akhir pada akhirnya dapat membantu proses perujukan di Irak. "Pemerintah RI dapat memahami penjatuhan hukuman mati oleh pengadilan Irak terhadap Saddam Hussein," kata Jurubicara Departemen Luar Negeri RI (Deplu-RI), Desra Percaya, di Jakarta, Senin. Situasi konflik di Irak, menurut Jubir Deplu, bukan situasi yang ideal bagi suatu proses yang sepenuhnya adil, tetapi bagaimanapun juga Saddam telah diberikan kesempatan untuk membela diri. "Proses itu pasti lebih baik dari apa yang dialami oleh banyak orang, yang sama sekali tidak memperoleh keadilan pada masa Saddam berkuasa," ujarnya. Saddam Hussein dinyatakan bersalah terhadap umat manusia Ahad dan dijatuhi hukuman mati dengan digantung karena ia memerintahkan pembunuhan, penyiksaan dan pemenjaraan 148 pengikut Syiah, menyusul upaya pembunuhan 1982 tatas dirinya di kota kecil Dujail. Putusan hukuman mati tersebut, kata dia, tentu belum final, karena masih ada proses banding atau kasasi. Sebelum putusan pengadilan, satu sumber di Baghdad mengatakan Saddam memiliki hak untuk mengajukan banding, namun, jika pengadilan banding mengukuhkan putusan tersebut, maka hukuman harus dilaksanakan dalam waktu 30 hari. "Melalui proses itu keadilan betul-betul lebih dapat ditegakkan, sehingga proses peradilan atas Saddam pada akhirnya dapat membantu proses rekonsiliasi di Irak," katanya. Sebelumnya Presiden AS, George W. Bush, berkomentar pengadilan Hussein adalah "tonggak sejarah dalam upaya rakyat Irak menggantikan kekuasaan tirani dengan piranti hukum". Di Teheran jurubicara Kementerian Luar Negeri Iran, Mohammad Ali Hosseini, menyatakan Republik Islam Iran, yang mengingat kejahatan tak berpri-kemanusiaan Sadddam dan sekutunya terhadap rakyat Irak, Iran dan Kuwait, dan perlu dipeliharanya hak asasi semua bangsa ini, menyambut baik vonis tersebut. Sementara itu, Finlandia, sebagai Presiden Uni Eropa saat ini, berkomentar, "Uni Eropa menentang hukuman mati dalam segala kasus dan kapan pun juga, dan itu juga tak perlu dilakukan dalam kasus ini." Perdana Menteri Spanyol, Jose Luis Rodriguez Zapatero, juga menegaskan penolakan Uni Eropa atas hukuman mati, setelah Saddam dan dua terdakwa lain dijatuhi hukuman mati Ahad pagi, karena mereka dinyatakan bersalah atas pembunuhan 148 orang Syiah pada 1982 di Dujail. Kanselir Jerman, Angela Merkel, dalam komentar pertamanya terhadap vonis atas Saddam, Ahad, menyatakan pemerintahnya tak setuju dengan hukuman mati. (*)
Copyright © ANTARA 2006