Satu bulan terakhir, mata uang Rupee (India), Real (Brazil), Lira (Turki), Rand (Afrika Selatan) dan Rupiah (Indonesia) mengalami depresiasi yang cukup tajam. Itu terjadi praktis sejak satu bulan terakhir. Cek datanya, semuanya terjadi tren pelemahan
Jakarta (ANTARA News) - Mata uang negara-negara dengan ekonomi paling rentan di dunia atau "fragile five" mengalami depresiasi atau pelemahan kurs yang tajam selama satu bulan terakhir, termasuk mata uang Republik Indonesia Rupiah, demikian disampaikan Menteri Keuangan Chatib Basri.
"Satu bulan terakhir, mata uang Rupee (India), Real (Brazil), Lira (Turki), Rand (Afrika Selatan) dan Rupiah (Indonesia) mengalami depresiasi yang cukup tajam. Itu terjadi praktis sejak satu bulan terakhir. Cek datanya, semuanya terjadi tren pelemahan," kata Menkeu Chatib Basri di Jakarta, Rabu.
Menkeu mengatakan, fenomena tersebut nyatanya tidak hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di lima negara yang tahun lalu disebut fragile five tersebut, yakni India, Indonesia, Turki, Afrika Selatan dan Brasil, yang tingkat depresiasinya rata-rata hampir sama.
"Nah, ini penting, karena selama ini anggapannya bahwa seolah-olah ini adalah fenomena domestik karena disahkannya RUU Pilkada dan sebagainya. Tapi saya harus katakan bahwa fenomena ini terjadi di negara yang pada tahun lalu disebut fragile five," ujar Menkeu.
Ia menambahkan, pelemahan tersebut lebih disebabkan oleh kemungkinan bank sentral AS Federal Reverse atau The Fed akan mempercepat normalisasi suku bunganya atau Fed Fund Rate.
Menurut Menkeu, pihaknya membicarakan hal ini dengan Gubernur dan para deputi Bank Indonesia dan menyampaikan bahwa BI tidak pernah mempertahankan nilai tukar pada level tertentu, melainkan memperhalus volatilitas.
"BI hadir di pasar untuk smooting the volatility. Tetapi angka yang sekarang kurang lebih sudah diantisipasi sejak awal. Kenapa, karena asumsi rupiah di APBN 2015 itu Rp11.900 per dolar AS dan kalau dilihat sekarang pergerakannya Rp11.900-Rp12.100," ujar Menkeu.
Hal tersebut dipandang bagus oleh Menkeu, karena apabila The Fed sewaktu-waktu menaikkan suku bunganya, maka sudah ada antisipasinya, sehingga nilai tukar rupiah bisa kembali terapresiasi.
(S038/E008)
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014