Gorontalo (ANTARA News) - Indonesia saat ini menghadapi setidak-tidaknya enam masalah gizi yang dipicu berbagai faktor dalam kehidupan masyarakat, kata P.S. Widodo MKM dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi).Keenam masalah gizi tersebut adalah Kurang Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Anemia Gizi Besi (AGB), gizi berlebih, serta konsumsi zat gizi yang tak seimbang, ujarnya di Gorontalo, Minggu.Dalam seminar mengenai gizi, olahraga dan penyakit jantung itu, ia mengemukakan, salah satu penyebab masalah gizi di Indonesia secara langsung dipengaruhi oleh tidak cukupnya asupan zat gizi dan penyakit infeksi.Adapun penyebab secara tak langsung, menurut dia, antara lain jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh yang tidak memadai, rendahnya ketahanan pangan tingkat rumah tangga, kemiskinan, pengangguran, serta dampak sosial budaya dan politik."Jadi, kekurangan gizi tidak selalu disebabkan oleh faktor kemiskinan dalam sebuah keluarga," kata Widodo.Ia pun mengemukakan, terdapat beberapa fakta yang terkait dengan masalah gizi di Indonesia yang memerlukan penanganan segera dimulai dari tingkat individu, keluarga, dan secara nasional, karena masalah gizi di tiap wilayah berbeda baik jenis masalah, besaran maupun faktor penyebabnya.Kejadian kurang gizi kurang pada balita yang belakangan ini sering terjadi, dinilainya, sangat berkaitan dengan pengetahuan atau tingkat pendidikan masyarakat, khususnya ibu rumah tangga yang notabene menjadi pemeran utama dalam pembentukan pola makan bayi."Pola asuh juga merupakan salah satu factor penting yang mempengaruhi status gizi," ujarnya.Ia menguraikan, data makro kesehatan menunjukkan bahwa selama 10 tahun terakhir tercatat tingkat asupan energi rata-rata per kapita di Indonesia tidak mengalami peningkatan berarti, dan terjadi perubahan gaya hidup berupa pergeseran pola makan yang tinggi lemak dan rendahnya indeks aktivitas.Untuk menanggulangi masalah ini, menurut dia, upaya pengobatan tidak selalu menyelesaikan masalah, karena hanya merupakan sasaran jangka pendek terhadap masalah gizi yang diderita seseorang."Upaya preventif dan promotif, biasanya kurang optimal, kurang menarik, dan tidak akuntabel," demikian Widodo. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2006