Ankara (ANTARA News) - Sekitar 12 ribu orang dari kalangan sekuler Turki melakukan aksi unjukrasa dengan berbaris di ibukota, Sabtu, untuk memprotes terhadap apa yang mereka pandang sebagai peningkatan pengaruh Islam di bawah pemerintahan Perdana Menteri Tayyip Erdogan, menurut kantor berita Anatolian. Para pengunjuk rasa, yang mewakili 112 organisasi non-pemerintah, meneriakkan kalimat "Turki adalah sekuler, dan akan tetap sekuler" dan "Turki yang bebas" dan memprotes Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) Erdogan, yang memiliki akar politik Islam. Berpenduduk sebagian besar Muslim, Turki diperintah oleh hukum sekuler yang memisahkan kehidupan agama dengan negara. Sejak memenangkan pemilihan umum, pemerintahan Erdogan telah menggelisahkan kalangan sekuler dengan mempromosikan peningkatan sekolah agama, berupaya mencabut larangan menggunakan jilbab di universitas dan kantor pemerintah serta mengisi posisi di pemerintah senior dengan kalangan Islam. Erdogan, seorang Muslim taat, menyangkal mencoba untuk membawa negara itu kepada tatacara Islam. Dalam pidatonya kepada para pendemo, Sener Eruygur, pimpinan sebuah kelompok sekuler fanatik Kemalist Thought Society (ADD), mengatakan bahwa Erdogan memiliki ambisi untuk menjadi presiden Turki selanjutnya. "Ada rencana untuk memasuki kantor presiden," kata Eruygur. "Kami tidak akan membiarkan itu." Parlemen, di mana AKP memiliki suara mayoritas, akan menggelar pemilihan umum pada Mei mendatang untuk memilih pengganti Presiden Ahmet Necdet Sezer, seorang sekuler. Pada sesi wawancara dengan Reuters, Juli, Erdogan berkata bahwa kepercayaan agama seharusnya tidak menghalangi seseorang untuk menjadi kepala negara dan tidak dicoret dari pencalonan presiden. Kekuatan veto presiden dan kendali atas penunjukan utama memberi dia kesadaran akan kekuasaan politik. Para pengunjuk rasa mengakhiri aksinya di Anitkabir, tempat beradanya makam Mustafa Kemal Ataturk yang mendirikan Rebuklik sekuler Turki pada 1923. Di antara para pengunjuk rasa terdapat pensiunan jenderal dan pejabat militer. Militer Turki, yang menggerakkan sebuah pemerintahan dari kekuasaan seperti yang terjadi baru-baru ini pada 1996, memandang diri mereka sebagai penjaga paham sekuler negara itu. Namun, mereka melihat kekuatan mereka dipangkas dalam beberapa tahun terakhir dengan reformasi yang didesain untuk memberi peluang negara itu bergabung dalam Uni Eropa. (*)
Copyright © ANTARA 2006