Saya rasa UU Pilkada merupakan strategi KMP untuk menghadang dominasi Jokowi-JK, mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah,"Banda Aceh (ANTARA News) - Pengamat politik dari Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh M Jafar SH, MH menilai, disahkannya Undang Undang Pilkada merupakan strategi Koalisasi Merah Putih (KMP) untuk menghadang hegemoni (dominasi) dari koalisi Joko Widodo dan Jusuf Kala (Jokowi-JK).
"Saya rasa UU Pilkada merupakan strategi KMP untuk menghadang dominasi Jokowi-JK, mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah," kata dosen Fakultas Hukum Unsyiah Jafar di Banda Aceh, Selasa, menanggapi disahkannya UU Pilkada.
Jafar yang juga mantan Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh itu menilai, bila tidak ada UU Pilkada dan UU MD3, maka sudah dipastikan PDI-P dan partai koalisinya akan mendominasi, mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah.
Dikatakan, dengan pemilihan langsung, maka popularitas Jokowi-JK yang notabennya didukung PDI-P dan koalisinya akan merembes ke daerah-daerah yang didukung rakyat, sehingga pasangan kepala daerah yang didukung KMP tidak populer.
Dengan demikian, dengan adanya UU Pilkada bisa dipastikan pilkada di daerah-daerah akan dikuasai atau dimenangkan oleh KMP dan koalisi Jokowi-JK akan kalah.
"Jadi, UU Pilkada bukan politik balas dendam, tapi strategi KMP akan merebut kekuasaan di di daerah-daerah, karena mereka menguasai kursi di DPRD. Mereka akan bagi-bagi kekuasaan," katanya.
Menurut dia, sebenarnya lahirnya UU Pilkada bukan dari partai politik, karena RUU itu muncul sejak tahun 2010 yang diusulkan oleh pemerintah yang di dalam draf itu sudah diwacanakan pemilihan kepala daerah melalui DPRD.
"Jadi, kalau pemerintah yang mengusulkan kepentingannya sangat objektif, misalnya pemilihan langsung terlalu besar biayanya," katanya.
Sementara, bagi parpol secara keseluruhan mengutamakan kepentingan. Dari segi kepentingan pilkada melalui DPRD lebih menguntungkan dari pada langsung, karena hanya mereka yang menentukan, tidak melibatkan rakyat, jelas dia.
Menyinggung ada pihak yang ingin menggugat UU Pilkada ke Mahkamah Konstitusi, menurut Jafar, kecil kemungkinan untuk menang, karena memang tidak bertentangan dengan UUD 1945.
"Biasanya, hakim MK menilai UU itu berdasarkan UUD 45, bertentangan atau tidak. Karena amanah UUD 45, setiap kepala daerah dipilih secara demokratis, sedangkan pemilihan langsung dan melalui DPRD sama-sama demokratis," katanya.
Oleh karenanya, siapa saja yang akan menggugat UU Pilkada, peluang menangnya sangat kecil, demikian Jafar.(*)
Pewarta: Heru Dwi S
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014