Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa menyatakan bahwa Indonesia selama ini selalu konsisten dalam menolak penggunaan hak veto oleh anggota-anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB), yang belum berubah hingga saat ini.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa pada pertemuan tingkat Menteri yang diselenggarakan oleh Perancis dan Meksiko bertajuk Pengaturan Hak Veto terhadap Kekejaman Massal pada tanggal 25 September 2014, berdasarkan keterangan pers Kementerian Luar Negeri RI yang diterima Antara, Minggu.
Dalam kegiatan tersebut, sebanyak 32 negara berpartisipasi di dalam pertemuan ini, dengan 26 negara diantaranya, termasuk Indonesia, diwakili oleh pejabat tingkat Menteri.
Pertemuan tersebut diketuai bersama oleh Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius dan Menteri Luar Negeri Meksiko, Jose Antonio Meade.
Marty juga menyampaikan bahwa hak veto adalah anakronistik (sudah tidak sesuai zaman) dan harus dihapus sepenuhnya.
Namun menyadari tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan kondisi ideal tersebut, Marty mendukung inisiatif Perancis terkait pembentukan code of conduct atas penggunaan hak veto di antara negara-negara anggota tetap DK PBB, sebagai langkah awal yang baik untuk memperkuat kredibilitas dan efektifitas kerja organ PBB dimaksud.
Mayoritas negara yang hadir di dalam pertemuan mendukung proposal Prancis mengenai pembentukan code of conduct atas penggunaan hak veto, dan sependapat dengan Indonesia bahwa regulasi penggunaan hak veto merupakan unsur kunci dalam menciptakan DK PBB yang lebih representatif, efektif, transparan dan akuntabel.
Indonesia telah menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB pada periode 1974-1975, 1995-1996, dan periode 2007-2008.
(Tz.A050)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014