Jakarta (ANTARA News) - Hernando de Soto, seorang pemikir ekonomi asal Peru yang menjadi konsultan di lebih dari 35 kepala pemerintahan dunia, termasuk Bill Clinton dan Tony Blair, menyatakan siap menjadi penasihat ekonomi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jika pemerintah Indonesia menginginkannya. "Dengan senang hati," katanya menjawab pertanyaan ANTARA pada jamuan makan malam yang diselenggarakan Bank Danamon dan Penerbit Tempo di Jakarta, Jumat malam. Menurut de Soto, ia merasa tertantang untuk membantu memberdayakan warga Indonesia agar terentas dari kemiskinan dengan modal sendiri. "Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia, negara demokrasi keempat terbesar di dunia dan yang lebih penting lagi ada sekitar 40 juta penduduk miskin di negeri ini," katanya mengenai alasan kesediannya menjadi konsultan bagi Presiden Yudhoyono. Penulis buku "The Other Path" itu menjungkir balikkan pendapat umum selama ini bahwa kemiskinan di dunia bukan akibat ekses globalisasi dan kapitalisme, melainkan justru karena pemerintahan di negara berkembang umumnya menutup akses mayoritas rakyatnya untuk menerapkan kapitalisme. Ia mengatakan, peraturan dan hukum yang dibuat kaum elite di parlemen maupun pemerintahan telah membuat mayoritas warganya tersandera di sektor ekstra legal dan terputus dari jaringan kegiatan kapitalisme dunia. Kaum elite di sektor formal semakin kaya, sementara mereka yang di luar semakin jauh tertinggal. Semakin jauh tertinggal karena hidup di sektor informal penuh ketidakpastian sehingga perencanaan, investasi dan proyek jangka panjang tak mungkin dilakukan. Modal dan kegiatan usaha di sektor ini, katanya, dapat sewaktu-waktu dirampas oleh penegak hukum yang korup atau para preman, atau tergusur pengusaha dari sektor formal yang dilindungi oleh aparat negara. "Risiko seperti ini membuat bank tak berani mengulurkan pinjaman ke wiraswasta sektor informal ini. Padahal tanpa kucuran kredit dari luar, para pengusaha formal yang suksespun sulit untuk mengembangkan bisnisnya," katanya. Bahkan, lanjutnya, tanpa perlindungan urusan asuransi, yang tak berani masuk ke wilayah sektor informal ini, para wiraswasta hancur luluh tatkala terkena bencana seperti kebakaran. Bencana lain yang membuat para pengusaha informal terperangkap dalam kemiskinan adalah hambatan dalam memanfaatkan aset yang ada, karena tanah, rumah dan tempat kegiatan usaha yang dimiliki tak dilengkapi dokumen resmi. Akibatnya, aset-aset mereka ini tak dapat dijadikan agunan untuk mendapatkan kredit. Menjawab pertanyaan apa yang akan disampaikan kepada Presiden Yudhoyono dalam pertemuan dijadwalkan pekan depan itu, de Soto mengatakan akan menekankan pentingnya kodifikasi hukum di segala bidang, terutama memberikan sertifikat kepada para penduduk dan petani miskin. Ia memberikan contoh ketika ia menjadi pejabat di Peru, ia mengusulkan kepada Presiden Alberto Fujimori untuk memberikan sertifikat tanah kepada para petani miskin di sana sehingga dikeluarkan 1,2 juta sertifikat tanah dan izin resmi untuk berbisnis bagi 400.000 wiraswasta sektor informal.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006