Surabaya (ANTARA News) - Mantan Direktur Bank Muamalat Dr Mohammad Safi`i Antonio, dalam "halal bihalal" Keluarga Besar ITS memanjatkan doa agar gaji dosen dan karyawan ITS bisa di atas Rp10 juta.
"Biar sesuai dengan namanya 10 November, nanti kalau gajinya Rp2 juta, namanya Institut 2 November," ujar Antonio berkelakar.
"Doa" direktur Tazkia Institut Jakarta itu bukan provokasi, tapi benar-benar keinginan dari lubuk hatinya.
Karena Safi`i Antonio meyakini ada pertalian erat antara kebutuhan materi seseorang, besar gaji diterima dan perilaku korupsi.
"Kalau seorang PNS di Jakarta digaji Rp 950 ribu sampai Rp 1 juta dengan tiga anak, maka ada dua kemungkinan. Mereka berpuasa atau korupsi," tegasnya.
Puasa, katanya, sesungguhnya merupakan ibadah yang menanamkan kejujuran dan harus membekas bagi setiap mereka yang menjalankannya, tapi kenyataannya banyak di antara mereka yang setelah berpuasa justru kembali menjalankan kehidupan seharian seperti sediakala.
"Kita sering saat berpuasa mampu menahan atau berpuasa dari sesuatu yang halal, tapi tidak mampu berpuasa dari yang haram, seperti korupsi," kilahnya, diplomatis.
Untuk itu, ungkapnya, ada lima rumus yang harus dijalankan yakni gaji dan kesejahteraan harus dinaikan, harus ada infrastruktur hukum yang baik, harus tegas dalam menjalankan aturan dan hukuman, harus ada kontrol yang holistik dari masyarakat dan media.
"Rumus terakhir adalah yang paling sulit di Indonesia yakni harus ada contoh atau suritauladan dari pimpinan," tutur Antonio yang mengakui baru 17 tahun memeluk agama Islam.
Namun, katanya, agama yang dijalankan dengan baik akan menghasilkan sukses. "Contohnya, bank syariah yang pertumbuhannya kini mencapai 60 persen, sedang bank umum hanya 23 persen, sehingga hal itu berarti bank yang dikelola secara syariah dapat dipercaya dan sukses," ucap pakar ekonomi syariah itu.
Buktinya, kata anggota Komite Ahli Bank Syariah di Bank Indonesia (BI) itu, sampai tahun 2006 tercatat kemampuan penyaluran dana pihak ketiga untuk kredit rata-rata di atas 70 persen hingga 90 persen, sedangkan di bank umum hanya mencatat tingkat penyaluran sekitar 60 persen. Kredit macet juga hanya 1-3 persen, padahal di bank umum mencapai 5-18 persen.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006