Jakarta, 26 September 2014 (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) konsisten untuk memprioritaskan produksi domestik agar dapat mencapai ketahanan pangan dan untuk melindungi para pelaku usaha perikanan seperti nelayan, pembudidaya ikan dan pengolah hasil perikanan. Penguatan pasar domestik menjadi paling utama karena 70 persen produksi perikanan ditujukan untuk dalam negeri. Hal ini agar Indonesia tidak menjadi pasar produk perikanan dari negara lain. Kebijakan stabilisasi dan penguatan pasar dalam negeri ini ditempuh untuk mencegah beredarnya hasil perikanan impor yang mengancam daya saing produk perikanan lokal. Upaya ini pun berbuah hasil, mengingat impor perikanan menurun dari 21 persen di tahun 2011 menjadi 6,3 persen di periode Januari-Maret 2014. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa, nilai impor perikanan masih jauh di bawah kebijakan nilai impor yakni sebesar 20 persen dari nilai ekspor. Hasilnya, Indonesia masih menikmati surplus ekspor impor perdagangan perikanan. Hal itu dikatakan Sekretaris Jenderal KKP Sjarief Widjaja di Jakarta, Jumat (26/9).

Lebih lanjut, sebagai upaya dalam melindungi dan mendukung pasar domestik perikanan dari persaingan produk impor, KKP mewajibkan produk perikanan yang akan diimpor memiliki Surat Izin Pemasukan Hasil Perikanan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP). Selain itu, wajib pula memenuhi standar keamanan dan mutu hasil perikanan yang ditandai dengan dikeluarkannya Sertifikat Pelepasan dari Kepala BKIPM, serta diawasi penggunaan dan pemanfaatannya oleh Pengawas Perikanan Direktorat Jenderal PSDKP. Tak hanya itu, importir harus melampirkan surat Angka Pengenal Importir Produsen (APIP) dan Angka Pengenal Importir Umum (APIU) spesifik dari Kementerian Perdagangan.

Pembatasan importisasi mencakup keperluan reekspor, bahan baku industri pengolahan hasil perikanan kaleng dan tepung segar, bahan baku industri pengolahan pemindangan serta untuk bahan baku pengayaan makanan tertentu. Di samping untuk keperluan bahan baku industri, importasi ikan hanya diperkenankan untuk keperluan pakan atau umpan, bahan baku untuk fortifikasi serta konsumsi hotel, restoran dan pasar modem. Seiring dengan itu, KKP pun telah mengatur perizinan ikan impor legal yang tidak terdapat di wilayah Indonesia misalnya, salmon, hamachi, kampachi trout dan sabah. Dengan kata lain lewat pengendalian ini maka ikan yang masuk ke dalam pasar negeri hanya jenis ikan tertentu yang tidak dihasilkan Indonesia seperti ikan subtropis. “Sehingga ikan yang masuk ke dalam pasar negeri ini tidak mengganggu pasar domestik ikan nasional lantaran hanya dikonsumsi untuk segmentesi konsumen tertentu. Kegiatan importasi pun telah dibatasi hanya untuk beberapa jenis komoditas tertentu yang diatur dan diawasi secara ketat,” tegas Sjarief.

Hasilnya, neraca perdagangan hasil perikanan Indonesia telah mengalami surplus besar dalam tiga tahun terakhir. Jika melirik pada neraca perdagangan hasil perikanan Indonesia periode Januari-Maret 2014, Indonesia mengalami surplus sebesar 988 juta dollar AS atau dapat dikatakan naik sebesar 39 persen dari periode yang sama di tahun 2013. Lalu bila menoleh pada tahun 2011, surplus neraca perdagangan perikanan Indonesia mencapai 3,03 miliar dollar AS. Kemudian pada 2012, surplus neraca perdagangan meroket naik menjadi sebesar 3,44 miliar dollar AS. Selanjutnya, pada 2013 nilainya mencapai 3,71 miliar dollar AS.

Di samping itu, sepanjang tahun 2010-2013 laju pertumbuhan ekspor perikanan terus menunjukkan tren positif. Hal ini ditunjukkan di mana pada tahun 2010 nilai ekspor perikanan sebesar 2,86 miliar dollar AS, lalu di tahun 2011 mengalami lonjakan nilai ekspor menjadi 3,52 miliar dollar AS. Sementara di tahun 2012, nilai ekspor perikanan mencatatkan pertumbuhan dengan nilai sebesar 3,85 miliar dollar AS dan di tahun 2013 nilai ekspor perikanan melaju dengan membukukan nilai sebesar 4,18 miliar dollar AS.

Adapun ekspor komoditas produk perikanan didominasi oleh udang, kelompok tuna, cakalang dan tonggol, diikuti dengan kepiting dan rajungan dengan negara tujuan utama ekspor produk perikanan adalah AS, Jepang, Uni Eropa dan Tiongkok. Sejauh ini, negara-negara ASEAN yang paling banyak menyerap produk perikanan Indonesia yaitu Thailand sebanyak 37,8 persen, Vietnam sebesar 24,9 persen, dan Singapura sebesar 17,1 persen. Di samping itu, Data BPS menyebutkan bahwa di periode Januari-Maret 2014 terjadi peningkatan nilai ekspor perikanan ke negara Tiongkok dan Vietnam. Lebih rinci, nilai ekspor ke Tiongkok mencapai 103,67 juta dollar AS dan ekspor ke Vietnam mencapai 27,36 juta dollar AS . Produk ekspor yang meningkat ke Tiongkok adalah ikan bawal, kerapu, rumput laut, belut, dan layur. Sedangkan ekspor yang meningkat ke Vietnam adalah udang, rumput laut, kepiting, dan ikan hias.

Neraca Perdagangan Perikanan Catatkan Low Import

Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP) Saut P Hutagalung mengatakan, KKP terus memacu ekspor produk ikan olahan lain yang bernilai lebih tinggi. Hal ini lantaran, capaian nilai ekspor perikanan selama ini sebagian besarnya merupakan produk olahan hasil perikanan. Di sisi lainnya, pengolahan ikan kering juga memiliki prospek yang cukup baik di pasar luar negeri. Semisalnya ikan olahan berbentuk ikan asin kering seperti gabus, kendia, sepat dan repang. Sedangkan, ikan olahan kering jenis ikan asin yang masuk ke wilayah Indonesia merupakan ikan subtropis seperti ikan asin besar salmon serta cod. Di mana ikan ikan subtropis ini tidak dihasilkan di wilayah perairan Indonesia.

Tercatat, sepanjang tahun 2010-2013, Indonesia telah mengekspor ikan olahan kering asin ke berbagai negara. Nilai ekspornya pun cukup besar yakni di tahun 2010 sebesar 19 juta dollar AS, lalu di tahun 2011 sebesar 23 juta dollar AS, di tahun 2012 mencapai 20 juta dollar AS serta di tahun 2013 menembus angka 21 juta dollar AS. Permintaaan pasar ekspor akan ikan olahan asin lokal mengalami peningkatan yang cukup tinggi, karena produk ikan asin lokal memiliki mutu tinggi dan memiliki standar yang baik. Di sisi lain jika merujuk pada total nilai impor produk perikanan, impor ikan olahan kering/ikan asin sepanjang periode 2010-2013 setara dengan masing-masing sebesar: 0.05 persen; 0,10 persen; 0,02 persen; dan 0,02 persen. "Artinya dari sisi ikan asin pun, Indonesia masih menikmati surplus perdagangan ekspor impor (AW)," jelas Saut.

Perlu diketahui, ketentuan pengendalian impor telah diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 15 Tahun 2011 dan Keputusan Dirjen Pengolahan dan Permasaran Hasil Perikanan KKP No. 231/2011 tentang Pengaturan Jenis-Jenis Ikan Yang Dapat Diimpor tanggal 4 Juli 2011. Sedangkan, rekomendasi izin atas importasi ikan teri asin sudah tidak dilakukan sejak pemberlakuan PERMEN 15 di tahun 2011.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Lilly Aprilya Pregiwati, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Telp. 021-3520350)

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014