Saya pastikan, kalau yang milih Dewan, kepala daerah akan lebih korupJakarta (ANTARA News) - Presiden Terpilih Joko Widodo (Jokowi) meminta rakyat mencatat partai-partai pendukung penghapusan Pilkada langsung agar tidak kembali memilih mereka karena dinilai telah membunuh demokrasi.
"Rakyat harus mencatat, partai-partai mana saja yang merebut hak-hak politik rakyat. Masyarakat harus catat," kata Jokowi usai menghadiri acara Pembukaan Rakornas PKPI di Hotel Royal Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat.
Langkah selanjutnya, Jokowi mengatakan partainya, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang sejak awal menolak penghapusan Pilkada langsung telah menyiapkan langkah-langkah perlawanan. Namun Jokowi masih enggan menyebutkan apa saja langkah-langkah tersebut.
"Tentunya nanti ada langkah-langkah selanjutnya. Tapi nanti, nanti," kata dia. Sebelumnya, Jokowi menyebut keputusan DPR tentang Rancangan Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU-Pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai perampasan hak politik rakyat karena rakyat tak lagi mempunyai suara dalam menentukan pemimpinnya.
Jokowi meyakini jika kepala daerah hasil pemilihan DPRD akan lebih korup dibanding kepala daerah hasil pilihan rakyat.
"Saya pastikan, kalau yang milih Dewan, kepala daerah akan lebih korup," katanya.
Menurut dia, jika kepala daerah dipilih DPRD, maka mereka tidak akan memiliki keterikatan batin dengan rakyatnya. Kepala daerah seakan-akan tak memiliki tanggung jawab moral terhadap rakyat.
Sebaliknya, menurut Jokowi, kepala daerah malah akan merasa bertanggung jawab secara moral kepada DPRD. Kondisi tersebut yang rentan terhadap praktik korupsi.
Rapat paripurna DPR RI menyetujui RUU Pilkada dengan opsi pilkada dikembalikan pada DPRD setelah diputuskan melalui mekanisme voting di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat dinihari.
Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014
Sebuah pribahasa yang dipakai oleh entitas Sunda yang menggambarkan keserakahan seseorang atau sekelompok orang yang berupaya mendapatkan sesuatu yang serba lebih; lebih baik, lebih besar, lebih menguntungkan dsb, dengan melepaskan yang sudah ada walau masih terasa sedikit manfaatnya, namun karena upaya yang dilakukannya didasarkan pada orientasi jangka pendek dan cenderung pragmatis maka hasil yang didapat biasanya akan sebaliknya alias lebih buruk. Dalam konteks perpolitikan kita saat ini, pribahasa tersebut agak relevan dengan apa yang dipertotonkan sebagian para elit partai kemaren dalam membahas RUU pilkada. Saat Undang-undang pilkada langsung yang sudah ada sebagai produk reformasi dan baru berjalan beberapa tahun dimana rakyat mulai merasakan hasilnya, saat itu pula para wakil rakyat yang amat terhormat itu merubahnya. Terlepas dari berbagai kekurangan yang ada dalam proses pemilihan langsung, namun dengan hadirnya para pemimpin daerah (provinsi, kota dan kabupaten) yang cukup kapabel dan kredibel sebagai efek pemilihan langsung, kiranya patut menjadi bahan pertimbangan para elit politik bahwasanya masa transisi demokrasi itu tidak bisa lantas sempurna semudah membalik telapak tangan. Perlu proses, perlu evaluasi progress, sehingga ketika muncul ekses-ekses negative dalam skala yang masih bisa diperbaiki tidak serta merta harus dicabut begitu saja. Karena sebagus apapun Undang-undang dibuat jika orang-orang yang membuat, melaksanakan dan mengawasinya hanya berorientasi pada kepentingan sesaat dan cenderung tidak memiliki integritas, maka hasilnya bisa lebih buruk. Padahal rakyat sangat menaruh harapan yang begitu besar kepada para wakil rakyat yang dalam setiap kampanyenya selalu mengatasnamakan dan demi kepentingan rakyat, tak terkecuali dalam perancangan dan pembuatan Undang-undang, karena Undang-undang dibuat tujuan akhirnya adalah kesejahteraan dan kedamaian rakyat. Jadi setiap keputusan yang diambil harus dilakukan secara arif dan bijaksana tanpa ada kesan spekulasi, dipaksakan dan conflict of interest bahkan lebih parah lagi dijadikan ajang politik balas dendam. Alhasil, proses demokratisasi yang sudah ada dalam genggaman yang terasa sedang berjalan ke arah yang lebih baik malah berbalik ke arah kehancuran demokrasi. Jadi seperti moro julang ngaleupaskeun peusing. Atau apakah karena diri saya yang kurang faham, hapunten atuh nya ka sadayana, permios akang bade kulem, he he he….…..