Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla mengatakan, Golkar hanya akan memperebutkan pangsa pasar pemilih sebesar 55% pada Pemilu Legislatif 2009 karena sebanyak 45% lainnya merupakan pemilih partai Islam. "Kita tidak mungkin ada di 60% karena pasar yang dapat kita perebutkan hanya di 55%. Ini persaingan bebas," katanya ketika membuka Rakornis Pemenangan Pemilu (LPP) Partai Golkar, di Jakarta, Jumat. Dengan jumlah parpol yang banyak, Partai Golkar tak mungkin menang mutlak kecuali bila bisa memerintah dengan hebat sekali dan mampu meningkatkan kesejahteraan. Berdasarkan pengalaman dua pemilu terakhir yang bersifat terbuka dan bebas, perolehan suara Golkar berada pada posisi 20-40%. Karena itu, Jusuf Kalla meminta Lembaga Pemenangan Pemilu (LPP) Golkar untuk melakukan kajian akademis untuk memetakan kekuatan Partai Golkar dan lawan-lawan politiknya. Tim tersebut (LPP) juga perlu melakukan analisa terhadap sistem pemilu dan membuat strategi yang jitu untuk meningkatkan perolehan suara. Jusuf Kalla yang juga Wakil Presiden , meminta agar Partai Golkar bisa lebih bernuansa lokal. Golkar di daerah harus mengetahui apa kebutuhan daerah dan apa yang bisa "dijual". "Kalau di daerah itu tidak ada (yang bisa `dijual`), lebih baik tinggalkan daerah itu dan prioritaskan ke daerah yang berpotensi untuk menang," katanya. Jusuf Kalla juga meminta Golkar meninggalkan cara-cara atau metode kampanye seperti pada tahun 1970-an dan tahun 1980-an karena saat itu cara seperti itu tidak relevan lagi. Di hadapan peserta Rakornis, Jusuf Kalla juga sempat menceritakan pengalamannya ketika berkompetisi pada Pilpres 2004, dengan mencontoh cara berkampanye pemimpin negara lain, seperti Clinton dan Borris Yeltsin. Jusuf Kalla, selain faktor internal, ada faktor eksternal, yakni perlunya perubahan aturan perundang-undangan mengenai sistem pemilu dan partai politik. Meskipun jika setiap pemilu ada perubahan UU, merupakan hal yang tidak baik. Namun dia berharap suatu saat Indonesia memiliki aturan pemilu yang baku sehingga tidak perlu diubah lagi.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006