Kantor Kementerian Pertanian Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Tapi kita juga sebagai pengimpor hasil pangan terbesar. Artinya kita bertani dalam bentuk birokrasi saja
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Presiden Terpilih Jusuf Kalla akan segera menginstruksikan ahli-ahli pertanian turun ke lapangan untuk mewujudkan kedaulatan pangan.
"Dulu saya pernah marah. Kantor Kementerian Pertanian Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Tapi kita juga sebagai pengimpor hasil pangan terbesar. Artinya kita bertani dalam bentuk birokrasi saja," katanya dalam acara diskusi di Kantor DPP Partai Nasdem, Jakarta, Kamis.
"Setelah 20 Oktober (pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih), insinyur-insinyur yang biasanya hanya berkantor, harus ke luar, ke lapangan. Jangan hanya urus surat-surat. Urus dong sawah, kebun," tambah Jusuf Kalla.
Menurut Jusuf Kalla (JK), saat ini Indonesia belum mencapai kedaulatan pangan.
Untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok seperti beras saja, kata dia, Indonesia masih mengimpor sekitar dua juta ton per tahun. Belum lagi jagung, ikan, dan daging yang harus impor serta buah-buahan seperti jeruk, anggur, apel, dan kedelai.
"Jadi kita belum berdaulat, masih tergantung yang lain. Kita harus tingkatkan produksi pangan," ujar JK.
JK mengatakan keamanan pangan pokok harus dijamin oleh negara dan dia bersama Presiden Terpilih Joko Widodo akan memprioritaskan program kedaulatan pangan yang harus dipenuhi.
Menurut dia, persoalan pangan bukan hal yang mudah diselesaikan karena setiap tahun penduduk di Indonesia bertambah 1,5 persen.
Seiring dengan pertambahan penduduk, kebutuhan pangan terus naik sementara lahan pertanian semakin berkurang karena dialihkan untuk pembangunan perumahan, pabrik, dan lainnya.
JK mengatakan sekarang sudah sulit mengembangkan lahan pertanian di Pulau Jawa karena lahan yang tersedia makin sempit.
Namun, ia melanjutkan, memindahkan fokus pertanian ke Kalimantan atau Papua juga tidak mudah karena ada kendala sumber daya manusia. Transmigrasi pun, kata dia, tidak mudah dilakukan.
Menurut JK, persoalan pangan antara lain bisa diatasi dengan meningkatkan penggunaan teknologi serta memperkuat investasi untuk bibit berkualitas, jalan, pengairan/irigasi, mesin penggilingan beras yang lebih modern dan lainnya.
"Selama ini dana ada tapi kenapa kurang, karena salah pakai. Dana lebih banyak untuk subsidi BBM," ujarnya.
"Saya yakin petani tidak bayak pakai subsisi BBM karena kalau untuk masak sudah pakai LPG. Memang tentu harus mengurangi rokok sedikit. Karena kira-kira 1,5 liter per hari kalau naik motor kan, itu hanya Rp1.500 kita naikkan, hanya 1,5 batang rokok," jelas JK.
Pewarta: Monalisa
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014