Jakarta (ANTARA News) - Duta Besar Indonesia untuk Polandia, Hazairin Pohan, Jumat, menekankan pentingnya upaya memperkuat hubungan dengan Polandia dan negara-negara Eropa Tengah dan Timur lainnya yang selama ini belum menjadi prioritas. "Kawasan Eropa Tengah dan Timur dengan jumlah penduduk sekitar 330 juta jiwa, dengan pendapatan per kapita 2000 -8000 dolar AS per tahun dan tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata empat persen merupakan pasar non-tradisional yang strategis bagi peningkatan ekspor non-migas," katanya kepada ANTARA. Haizirin yang baru saja menempati posnya di Warsawa dan akan menyerahkan surat-surat kepercayaan kepada pemerintah Polandia dalam pekan-pekan ini, mengatakan negara-negara di kawasan itu dapat dijadikan pintu masuk atau entry point untuk memenuhi kebutuhan barang-barang konsumen yang kian meningkat di negara-negara tersebut dan sekaligus sebagai sasaran antara menuju ke Eropa Barat. Alternatif sumber Dalam peningkatan produksi industri manufaktur, lanjutnya, Indonesia memerlukan bahan-bahan yang selama ini diimpor dari Barat. Namun kini negara-negara Eropa Tengah dan Timur itu dapat dijadikan alternatif sumber bahan-bahan tersebut dengan harga yang kompetitif, ujar mantan Direktur Eropa Tengah dan Timur (ETT) Deplu itu. Sejak tahun 1990-an, hampir seluruh negara di kawasan ETT melakukan kebijakan ekonomi berbasis ekspor dengan meliberalisasikan ekonominya ke arah ekonomi pasar dan menerapkan berbagai kebijakan yang memberi kesempatan kepada semua lapisan masyarakat untuk berperan dalam pembangunan ekonomi, termasuk program swastanisasi. Negara kawasan ini mempunyai strategi pembangunan ekonomi berdasarkan pada penerimaan, antara lain ekspor, terutama produk alternatif truk, traktor, sepeda motor, gandum, baja, industri kimia, industri berat dan mesin, kapal, peralatan militer dan industri makanan. "Negara kawasan itu membutuhkan bahan baku, antara lain minyak nabati, kelapa sawit dan bahan kimia organik yang bisa dipasok dari Indonesia," katanya. Diplomat senior yang pernah bertugas di Perwakilan Tetap RI di Markas Besar PBB New York itu mengemukakan volume perdagangan Indonesia dengan negara-negara Eropa Tengah dan Timur mengalami peningkatan yang signififkan rata-rata 30-35 persen per tahun. Selama beberapa tahun terakhir, ekspor Indonesia ke negara-negara kawasan itu yang paling menonjol adalah kelapa sawit, coklat, kopi, teh, rempah-rempah, minyak goreng nabati, hasil laut, karet alam, sepatu olah-raga dan sepatu kulit, garmen dan tekstil. Sementara itu, impor Indonesia dari negara-negara kawasan itu masih didominasi oleh komoditas berupa besi/baja, aluminium, pupuk, mesin pembangkit listrik, peralatan pertanian, peralatan transportasi, produk kimia. Faktor-faktor yang mendukung peningkatan ekonomi, perdagangan, investasi dan pariwisata kedua belah pihak adalah gencarnya promosi ekspor yang dilakukan Indonesia dengan melibatkan UKM dan pengusaha di daerah, dalam berbagai kegiatan pameran produk ekspor, pameran dagang dan investasi, pertemuan bisnis informal, roadshow, katanya lagi. "Kinerja ekspor Indonesia di kawasan ETT secara umum menunjukkan peningkatan yang cukup mengembirakan. Tetapi harus terus ditingkatkan," katanya. Kredit ekspor Dalam rangka meningkatkan ekspornya ke Indonesia, Polandia, Slovakia, Ukraina dan Serbia telah menyediakan kredit ekspor untuk dimanfaatkan bagi pengadaan serta produksi bersama peralatan pertahanan dan Polri. Dalam bidang energi, Pemerintah Rumania telah menyediakan dana proyek pembangkit tenaga listrik di Kalimantan. Dalam tahun 2004, Polandia menyediakan kredit ekspor sebesar 135 juta dolar AS yang telah digunakan untuk pembelian peralatan Polri. Untuk tahun 2005, Polandia telah menyediakan kredit ekspor selanjutnya sebesar 400 juta dolar, untuk pembelian peralatan pertahanan, termasuk untuk kerjasama pembuatan kapal. Hambatan yang masih dihadapi dalam peningkatan ekspor adalah belum intensifnya promosi dagang di negara-negara Eropa Tengah dan Timur dan langkah-langkah untuk terus-menerus meningkatkan mutu produk serta ketepatan waktu untuk pengiriman barang. Sedangkan, masalah klasik seperti jauhnya jarak, sistem pembayaran mulai diperhatikan secara serius, lanjut Hazairin. Dewasa ini sedang diupayakan untuk menjajaki peningkatan arus kontainer dengan menggunakan entry point di Kroasia dan pembukaan jalur penerbangan langsung dari Ukraina dan Rusia. Indonesia juga sedang mengembangkan instrumen penjamin pendanaan perdagangan dengan mengintensifkan kerja sama antar bank-sentral dan antar bank-komersial yang ditunjuk oleh Pemerintah masing-masing. Masuknya beberapa negara Eropa Tengah dan Timur, yakni Polandia, Ceko, Slovakia, Hongaria pada tahun 2004, dan disusul oleh Bulgaria dan Romania pada tahun 2007 ke dalam Uni Eropa, mengharuskan Indonesia untuk menyesuaikan sistem perdagangan sesuai dengan standar dan ketentuan Uni Eropa. Hal ini, dalam pandangan Hazairin, merupakan tantangan baru, namun keanggotaan negara-negara baru pada Uni Eropa akan mempermudah dilihat dari pemahaman yang baik para pengusaha nasional mengenai peraturan-peraturan serta standar UE dalam hubungan dengan pasar-pasar lama tradisional di Eropa Barat dan dengan kenyataan bahwa tarif yang diberlakukan UE lebih rendah daripada yang terdapat pada negara-negara non-UE. Dalam rangka memperluas pasar bagi komoditas RI, menurut Hazairin, Departemen Luar Negeri telah medistribusikan hasil-hasil riset pasar yang dipersiapkan oleh KBRI di kawasan itu. Dari data yang diperoleh, Indonesia masih memiliki keunggulan komparatif di banding negara-negara lain dari Asia Tenggara, namun perlu dimanfaatkan secara serius. "Kami mengharapkan Kadin dan para pengusaha komoditas RI dapat lebih mempersiapkan strategi untuk penetrasi pasar. Pemerintah, selaku fasilitator siap untuk mendukung langkah-langkah penetrasi pasar melalui kontak dengan Pemerintah-Pemerintah negara setempat," demikian Dubes Hazairin Pohan. (*)
Copyright © ANTARA 2006