"Pemerintah juga berkordinasi dengan Kedubes Arab Saudi mengenai pemberian visa kepada haji nonkuota," kata Ketua Komisi Pengawasan Haji Indonesia (KPHI), Slamet Effendy Yusuf, di Makkah, Minggu, sehubungan ditemukannya haji nonkuota yang telah membayar mahal namun fasilitas minim.
Selama ini jalur resmi jamaah haji Indonesia adalah melalui haji kuota. Indonesia pada tahun ini mendapat kuota 168.800 orang terdiri dari 155.200 haji reguler dan 13.600 haji khusus.
Selain itu Kerajaan Arab Saudi juga memberikan undangan khusus. Menurut Kepala Daker Makkah jumlahnya sekitar 200 undangan, dan biasanya jamaah yang mendapat visa khusus dari kerajaan tersebut akan dilayani selama di Arab Saudi.
Namun beberapa hari lalu ditemukan jamaah haji yang tidak melalui jalur resmi (biasa disebut haji nonkuota).
Mereka membayar Rp80 juta namun fasilitasnya minim, bahkan lebih buruk dibanding jamaah kuota reguler. Mereka juga tidak mempunyai identitas resmi seperti yang dimiliki haji resmi. Tidak diketahui bagaimana mereka bisa mendapatkan visa.
Diharapkan, kata Slamet Effendy, Kedubes Arab Saudi bisa menjelaskan jumlah yang diberikan dan kepada siapa diberikan sehingga selanjutnya bisa dicarikan solusi yang bagus.
Karena, menurut Slamet Effendy, yang menjadi masalah jika haji nonkuota tersebut berangkat tanpa fasilitas. Hal ini bisa menyulitkan terutama saat di pucak haji di Padang Arafah karena belum diketahui bagaimana tenda penginapan dan makanannya.
Kesulitan lain yang ditemukan adalah jika mereka kesasar, seperti yang ditemukan oleh tim Media Center Haji. Mereka tidak mempunyai identitas yang lengkap sehingga sulit diketahui tempat menginapnya.
Namun demikian, kata Kadaker Makkah, jika haji nonkuota ini mempunyai masalah maka Kemenag akan tetap membantu dengan alasan kemanusiaan. (*)
Pewarta: Unggul Tri Ratomo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014