Banda Aceh (ANTARA News) - Uni Eropa sudah mendatangkan tim awal monitornya ke Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) untuk memantau proses tahapan pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di provinsi paling barat Indonesia itu. Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pemantau di Komisi Independen Pemilihan (KIP) Provinsi NAD, Ikhwanussufa, di Banda Aceh, Kamis, menyatakan tim utama pemantau Pilkada dari Uni Eropa itu beranggotakan delapan orang. "Delapan orang yang tiba di Banda Aceh 31 Oktober lalu itu dipimpin oleh Glyn Ford, Kepala Misi Pemantauan Pemilu Uni Eropa," ujarnya. Ia menjelaskan nama-nama dari delapan anggota tim utama pemantau Uni eropa tersebut sudah dikirim ke Departemen Luar Negeri untuk secepatnya diberi visa sebagai pemantau Pilkada di Aceh. Selain mereka, dalam waktu dekat, Uni Eropa juga segera mengirim 80 hingga 200 anggota tim lainnya. Termasuk staf lokal, jumlah seluruhnya bisa mencapai 250 hingga 300 orang pemantau. Selain Uni Eropa, katanya, lembaga pemantau asing seperti IRI dan ANFREL juga telah menyatakan rencananya mengirimkan relawannya untuk ikut memantau Pilkada di Aceh. Lembaga pemantau nasional dan lokal, seperti Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Rakyat (JPPR), Forum LSM Aceh, dan Aceh International Recovery Forum (AIRF), juga akan ikut memantau Pilkada di provinsi kaya sumber daya alam itu. Mengenai aturan pemantauan, KIP telah mengeluarkan keputusan tentang tata cara pemantau Pilkada. Di antara syarat yang harus dipenuhi lembaga pemantau adalah profil lembaga, jumlah anggota pemantau, sebaran anggota masing-masing daerah yang ingin dipantau, sumber dana yang jelas, dan tidak partisan. Untuk lembaga luar negeri, mekanisme pemantauan akan dipermudah apabila mendaftar di KIP Aceh secara formal dimana KIP akan mengeluarkan surat keterangan. Dengan surat keterangan tersebut, lembaga bersangkutan akan lebih mudah mengurus visa bagi para relawannya. KIP telah secara resmi membuka pendaftaran pemantau dari 18 September hingga 22 Nopember 2006. Artinya, para pemantau dibenarkan untuk mengikuti satu atau lebih tahapan Pilkada mengingat pemantauan seharusnya dilaksanakan dari tahapan awal hingga selesai proses tahapan, katanya. Menurut Ikhwanussufa, apabila para pemantau memiliki temuan selama tahapan Pilkada, mereka dapat mengkoordinasikannya dengan KIP kabupaten/kota dan provinsi sebelum hasilnya diserahkan ke Panwas apabila temuan itu menyangkut pelanggaran pidana. "Kita harapkan juga lembaga pemantau memberi laporan akhir secara keseluruhan. Ini penting sebagai bahan evaluasi Pilkada di Aceh dan merupakan standar internasional," katanya. Pilkada Aceh tercatat sebagai yang terbesar di Indonesia. Selain memilih gubernur/wakil gubernur, Pilkada itu juga memilih bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota di 19 kabupaten/kota di seluruh Provinsi NAD. (*)
Copyright © ANTARA 2006