Jakarta (ANTARA News) - Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sampai saat ini masih membuka penawaran kepada negara lain untuk melakukan pengadaan kapal pengawas perikanan guna menekan praktek ilegal fishing di tanah air. Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi di Jakarta, Selasa, menyatakan, pihaknya ingin menjaring negara yang mampu memberikan penawaran paling menguntungkan bagi Indonesia dalam pengadaan kapal tersebut. "Kita masih membuka tawaran kepada semua negara, sekarang negara mana yang memberikan penawaran lebih menguntungkan Indonesia," katanya di sela pelantikan pejabat eselon II di lingkup DKP. Dia menyatakan, keberadaan kapal pengawas perikanan tersebut sangat diperlukan mengingat jumlah armada pengawas perikanan belum mencukupi dalam melakukan pengawasan di seluruh perairan Indonesia. Idealnya, menurut dia, jumlah armada pengawas sebanyak 90 unit, agar mampu menjangkau hingga kawasan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia sejauh 200 mil. Tapi untuk memenuhi hingga 90 unit kapal armada pengawas, maka DKP butuh waktu sekitar 12-15 tahun lagi. "Saat ini dibutuhkan 15 kapal dengan total pinjaman 150 juta dolar AS. Ada yang menawarkan pengadaan 10 kapal, ada yang 12 kapal," katanya. Beberapa waktu lalu Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (P2SDKP) Ardius Zaenuddin menyatakan, guna menambah armada pengawas perikanan yang masih minim, DKP mengucurkan dana APBN tahun 2006 sebesar Rp38 miliar untuk membeli empat kapal pengawas perikanan. Menurut dia, empat kapal pengawas perikanan itu terdiri, dua kapal terbuat dari fiber berukuran 28 meter, per unitnya senilai Rp6 miliar serta kapal dari campuran besi dengan ukuran 36 meter seharga nilai Rp13 miliar per unit yang realisasinya diharapkan pada akhir Desember 2006. Sementara itu Freddy Numberi menyatakan, penawaran kepada negara lain untuk melakukan pengadaan kapal pengawas perikanan tersebut berupa pinjaman dengan bunga maksimal tiga persen, waktu pembayaran cicilan 15 tahun serta gross periode 3 tahun. "Beberapa negara seperti Cina, Australia dan Belanda sudah tertarik untuk mengikuti penawaran ini," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006