Jakarta (ANTARA News) - PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menolak, rencana Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) untuk melelang jaringan pipa gas yang berada di dalam wilayah distribusi BUMN itu. Dirut PGN WMP Simandjuntak di Jakarta, Rabu, mengatakan, sebelum berlakunya UU Nomer 22 Tahun 2001 tentang Migas, PGN telah membangun dan mengembangkan jaringan distribusi gas bumi sesuai dengan penugasan dan kebijakan pemerintah. Selanjutnya, berdasarkan Pasal 64 Huruf a, b dan d UU Migas, wilayah distribusi tersebut diakui keberadaannya dan dijamin keberlangsungan pengelolaan dan pengembangannya oleh PGN. "Dengan demikian, BPH Migas tidak dapat melelang wilayah-wilayah maupun bagian dari wilayah-wilayah jaringan distribusi gas tersebut," ujarnya. Hal tersebut dikatakannya menanggapi pengumuman lelang BPH Migas melalui media massa maupun website atas jaringan pipa gas yang masuk dalam tiga wilayah operasi dan pengembangan distribusi PGN. Ketiga wilayah Distribusi PGN tersebut adalah Jawa Bagian Barat yang meliputi Jawa Barat, Banten, DKI Jakarta dan Kota Palembang, Jawa Bagian Timur mencakup Jawa Timur, Kota Semarang dan Kota Makasar serta Sumatera Bagian Utara yakni Sumatera Utara, Jambi, Kota Pekanbaru dan Pulau Batam. Simandjuntak menambahkan, pengakuan atas wilayah serta jaminan keberlangsungan usaha PGN sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 64 UU Migas itu dimaksudkan agar kebijaksanaan pemerintah dalam mendorong percepatan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri dapat terjamin. "Pasal 64 UU Migas juga mengakui kelangsungan PGN sebagai BUMN yang didirikan dengan kegiatan usaha distribusi dan transmisi gas bumi bagi kebutuhan rumah tangga, komersial dan industri dalam wilayah-wilayah tersebut," ujarnya. Ia juga mengatakan, pembangunan infrastruktur jaringan distribusi gas itu menelan biaya besar yang sebagian besar didanai pemerintah melalui pinjaman multilateral (two step loan). Pinjaman itu, lanjutnya, harus dibayar kembali ke penyandang dananya antara lain World Bank, Asian Development Bank, European Investment Bank (EIB), dan JEXIM/JBIC. Menurut dia, apabila terjadi perubahan kebijakan terhadap wilayah distribusi tersebut maka akan mengganggu proses pengembalian dana yang pada akhirnya menurunkan minat investor menanamkan modalnya di Indonesia. Simandjuntak mengatakan, liberalisasi sektor hilir migas sesuai UU Migas tidak berarti merubah kebijakan atas hasil-hasil pembangunan yang sudah dicapai sebelumnya. "UU Migas hendaknya harus dimanfaatkan bagi upaya mendorong percepatan pengembangan infrastruktur di wilayah-wilayah baru agar dapat meningkatkan pemanfaatan gas bumi sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap BBM," ujarnya.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006