"Asap akibat kebakaran lahan mulai terasa di saat pagi hari dan menjelang malam hari. Dan ini sudah sangat mengganggu aktivitas masyarakat," kata Herri, warga Jalan Hiu Putih, Palangka Raya, Selasa.
Pihaknya menilai, masih ada oknum tertentu yang sengaja membakar lahan untuk melajutkan atau meneruskan sisa lahan yang belum sempat habis dibakar untuk membuka lahan pertanian.
Atau kemungkinan lahan gambut dengan kedalaman kurang lebih 10 meter itu terbakar kembali karena tidak padam saat hujan turun deras pada Senin (8/9) lalu, sehingga dengan kemarau yang saat ini sangat panas, membuat sisa api di bawah permukaan tanah gambut itu kembali menyala dan menimbulkan kebakaran lahan kembali, tambahnya.
"Masih ada cara lain yang bisa dilakukan untuk membersihkan lahan seperti penggunaan mesin pemotong rumput, parang dan peralatan lainnya. Kini tinggal kemauan pemilik lahan untuk membersihkan lahannya dengan cara yang benar tanpa berdampak buruk bagi orang lain," ucapnya.
Dia juga berharap, pemerintah segera menindak tegas oknum yang tidak bertanggung jawab, apabila tertangkap tangan pada saat membakar lahan, jangan segan-segan menindak pelaku pembakaran jika menyebabkan kebakaran tidak terkendali lagi.
Ia juga meminta pemerintah mengintensifkan pengawasan kebakaran lahan yang hingga saat ini masih terjadi.
Menurut data Sipongi, melalui Satelit NOAA Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan Ditjen PHKA Kementerian Kehutanan di Jakarta per 14 September terpantau 314 titik hotspot di Provinsi Kalimantan Tengah.
Apabila dijumlahkan mulai tanggal 1 hingga 14 September terdapat 972 titik hotspot, yang berarti mengalami peningkatan drastis dibandingkan Agustus lalu. (*)
Pewarta: Ronny NT
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014