Jakarta (ANTARA News) - Kelompok usaha Raja Garuda Mas (RGM) Group menaikkan cicilan utangnya kepada kreditur sindikasi, di antaranya Bank Mandiri dan Bank BNI, untuk pembangunan pabrik pulp Riau Kompleks di Riau, dari 61,2 juta dolar AS menjadi 140 juta dolar AS per tahun. "Kesepakatan itu dicapai pada 19 Oktober lalu, berlaku selama 10 tahun dan pembayaran efektif mulai Desember 2006," kata Presiden Direktur RGM Group Ibrahim Hasan kepada wartawan di Jakarta, Rabu. Ia menjelaskan, kesepakatan itu merupakan solusi yang menguntungkan bagi pihak bank sindikasi maupun bagi RGM Group selaku pemilik Riau Kompleks, dan kenaikan jumlah pembayaran utang tersebut dapat dilakukan karena operasional Riau Kompleks jauh lebih baik dibandingkan periode 2000-2002. Dijelaskan Ibrahim Hasan, dalam dua tahun terakhir harga pulp di pasar dunia terus meningkat, lebih dari 400 dolar AS per ton, sedangkan tingkat produksi dapat memenuhi kapasitas terpasang sebesar dua juta ton per tahun. Sebagian besar pulp tersebut diekspor ke pasar Asia terutama ke China, Jepang, dan India, sebagian di jual di dalam negeri atau diolah menjadi kertas. Kesepakatan baru yang merupakan pembaharuan terhadap kesepakatan sebelumnya, selain mengenai kenaikan jumlah pembayaran juga mengenai pembayaran yang dilaksanakan dalam jumlah tetap (fix payment). Sebelumnya pembayaran cicilan hutang disesuaikan dengan tingkat harga pulp, sehingga kurang memberi kepastian bagi bank sindikasi. Untuk membangun pabrik pulp Riau Compleks di Kabupaten Pelalawan, Riau pada tahun 1993, RGM Group mendapat fasilitas kredit dari sejumlah bank di dalam negeri (swasta maupun BUMN) maupun luar negeri, dalam bentuk kredit sindikasi dan bilateral. Pada awalnya melibatkan sekitar 30 bank, di antaranya bank swasta nasional, Bank Mandiri (sebelumnya BBD, BDN, Bank Exim), Bank BNI, Bapindo dan bank swasta asing. Sebelum pabrik itu rampung dibangun, terjadi krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1997-1999, dimana terjadi depresiasi rupiah hingga Rp15.000 per dolar AS dan suku bunga pinjaman untuk rupiah mencapai 60 persen per tahun dan untuk dolar AS mencapai 30 persen per tahun, sementara harga berbagai komoditas termasuk pulp (bubur kertas) turun hingga 30-40 persen. Akibat krisis tersebut, Riau Kompleks mengalami kerugian baik karena konversi utang (selisih kurs) maupun karena suku bunga. Selanjutnya bank tidak melanjutkan komitmen pendanaan, sehingga RGM harus menjual investasinya di China untuk meneruskan pembangunan pabrik pulp tersebut. Posisi utang pada 2002 meliputi utang pokok 1,087 miliar dolar AS dan tunggakan bunga, selisih kurs dan bunga ditangguhkan senilai 0,428 miliar dolar AS, sehingga jumlahnya 1,515 miliar dolar AS. Pada saat ini, kata Ibrahim Hasan, posisi utang RGM terkait pabrik pulp Riau Kompleks mencapai 1,4 miliar dolar. Menurut Ibrahim Hasan, sejak utang Riau Kompleks direstrukturisasi tahun 2000, pihaknya selalu membayar cicilannya kepada seluruh bank pemberi kredit dengan setara (equal treatment) dan hingga saat ini tidak pernah mendapat fasilitas pemotongan utang (hair cut).(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006