Jakarta, 15 September 2014 (ANTARA) -- Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan dukungannya terhadap pembahasan dan penyelesaian Rancangan Undang Undang (RUU) Kelautan secara tripatrit bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sebagai upaya strategis untuk mengatur semua potensi aktivitas yang ada di laut dari semua sektor. Dengan demikian pemanfatan wilayah laut secara komprehensif, dengan menjadikan sektor kelautan sebagai bidang andalan (leading sector) dalam pembangunan nasionalbisa tercapai. RUU Kelautan mendesak diundangkan karena bisa menjadi harapan bagi bangsa Indonesia untuk membuktikan diri sebagai bangsa maritim.Untuk itu, RUU Kelautan akan memuat dasar filosofis, sosilogis dan yuridis yang sesuai dengan konsepsi geopolitik Indonesia. Demikian diutarakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo dalam Rapat Kerja Pemerintah dengan Komisi IV DPR RI dan komiteII DPD RI di Jakarta, Senin (15/9).
Lebih lanjut, Sharif menjelaskan jika ditinjau secara filosofis, RUU Kelautan harus mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum bahwa laut merupakan pemersatu, ruang hidup, dan ruang juang untuk mewujudkan kesejahteraan segenap bangsa Indonesia.
Sementara jika dilihat secara yuridis, RUU Kelautan ini diharapkan mampu mengisi kekosongan hukum serta mewujudkan kepastian hukum di bidang kelautan. Di sisi lain,secara aspek sosiologis potensi kekayaan laut tersebut pun harus dikelola, dijaga, dimanfaatkan, dan dilestarika untuk generasi masa kini dan generasi yang akan datang sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Perlu diketahui, dalam Rapat Kerja Pemerintah tersebut, Pemerintah telah menyiapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) terhadap RUU Kelautan. Tak ketinggalan, Pemerintah juga memaparkan pandangan mengenai RUU Kelautan yang meliputi tiga hal pokok. Pandangan tersebut yakni, dasar pengaturan di bidang Kelautan, urgensi penyusunan RUU Kelautan dan isu strategis bidang kelautan. Sebabnya, Keberadaan UU Kelautan nantinya tanpa mengabaikan peraturan perundang-undangan/ordonansi yang telah ada. Seiring dengan itu, Sharif menyampaikan harapannya agar, berbagai isu strategis di bidang kelautan mendapatkan perhatian di dalam pembahasan RUU Kelautan. Berbagai isu strategis itu diantaranya, pengelolaan ruang laut, klaim landas kontinen di luar 200 mil, pemanfaatan zona tambahan serta penegasan Indonesia sebagai Negara kepulauan. RUU kelautan menjadi perangkat hukum yang mengatur tentang lautan nasional secara menyeluruh, sistematis dan komprehensif. Selain itu, RUU ini di antaranya akan mengatur ekonomi kelautan dari 9 sektor utama. Yaitu perhubungan laut, industry kelautan, perikanan, wisata bahari, bangunan laut, ESDM, jasa kelautan, bio teknologi dan biofarmakologi kelautan, dan pengawasan pemanfaatan sumber daya alam hayati serta ekosistemnya.“Regulasi dalam soal tata kelola laut Indonesia sebagai fondasi menuju negara maritim kuat. UU Kelautan diharap bisa mengadopsi semua kepentingan,” jelasnya.
Selain itu, Perangkat hukum ini dibuat untuk mengatur semua potensi aktivitas yang ada di laut dari semua sektor. RUU Kelautan ini terdiri dari 13 bab dengan penegasan kembali Indonesia sebagai negara kepulauan, wawasan dan budaya bahari, ekonomi kelautan, pertahanan dan keselamatan di laut, lingkungan laut, tata kelola kelautan, pemberdayaan masyarakat kelautan, kelembagaan dan mekanisme koordinasi, sumber daya manusia, dan IPTEK.
Sementara, di dalam RUU Kelautan dimasukkan beberapa muatan, seperti mainstreaming dan percepatan pembangunan kelautan nasional ke depan, terobosan terhadap permasalahan peraturan perundangan yang ada, dan pandangan ke depan terhadap kepentingan kelautan bagi bangsa Indonesia. Selain itu, RUU juga menetapkan hal-hal yang belum diatur dalam UU yang sudah ada di bidang kelautan seperti Kebijakan Blue Economy. RUU Kelautan ini juga mengacu pada UNCLOS dan kondisi geografis Indonesia.
Seperti diketahui, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki kekayaan sumber daya hayati dan nonhayati melimpah. Di sisi lain jika ditinjau dari letak geografis Indonesia di antara benua Asia dan benua Australia, serta dua samudera menjadikan Indonesia sebagai kawasan paling dinamis dalam percaturan dunia, baik secara ekonomis maupun politis. Secara historis, RUU tentang Kelautan sudah sangat lama dibahas, baik di pemerintah, DPR, DPD, maupun antara pemerintah, DPD dan DPR. Saat ini setidaknya terdapat 23 UU sektoral yang terkait dengan bidang kelautan, namun belum ada UU yang mengintegrasikan berbagai UU tersebut. RUU Kelautan merupakan salah satu dari 66 judul RUU Prolegnas RUU Prioritas pembahasan di tahun 2014.
Data Tambahan
Setelah mandek selama 10 tahun akhirnya Rancangan Undang-Undang (RUU) Kelautan akan disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada akhir bulan September 2014. Perjuangan mewujudkan UU Kelautan tidak semudah membalikkan telapak tangan, namun melalui proses setelah lebih dari satu dasawarsa akhirnya bulan September tahun ini RUU Kelautan akan menjadi sebuah produk hukum.
Berikut ini adalah kronologis penyusunan RUU Kelautan:
1. RUU Kelautan berawal dari Prolegnas RUU Prioritas tahun 2008 sesuai dengan
Keputusan DPR RI Nomor: 02/DPR-RI/11/2007-2008, tertanggal 13 November 2007 dan
inisiatif pemerintah.
2. Sesuai dengan Surat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Nomor
B-148/M.Sesnneg/D-4/03/2008 tertanggal 10 Maret 2008, yang diminta paraf persetujuan
adalah empat menteri, yaitu Menteri Kelautan dan Perikanan (KP), Menteri Dalam
Negeri (Mendagri), Menteri Luar Negeri (Menlu) dan Menteri Pertahanan (Menhan). Hingga saat ini, Menteri KP dan Mendagri sudah memberikan paraf persetujuan, sedangkan Menlu dan Menhan belum memberikan paraf persetujuan.
3. Sesuai dengan Surat Menlu kepada Mensesneg Nomor 154/PO/IV/2008/59/08 tertanggal
15 April 2008, Menlu belum dfapat memberikan paraf karena ada beberapa hal yang
masih memerlukan klarifikasi terhadap substansi RUU.
4. Menteri KP telah bertemu Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional,
Departemen Luar Negeri (Deplu), di Departemen KP pada 20 Mei 2009 untuk membahas
paraf persetujuan yang sampai saat ini masih berada di Deplu.
5. RUU tentang Kelautan kembali masuk dalam Prolegnas RUU Prioritas tahun 2010,
sesuai dengan Keputusan DPR RI Nomor: 41B/DPR-RI/I/2009-2010, tertanggal 1 Desember
2009 dan menjadi inisiatif DPR.
6. Melalui rapat pleno pada 6 Januari 2010, Komite II DPD menyepakati RUU Kelautan
menjadi dalah satu usul inisiatif DPD. Selanjutnya, Komite II DPD membentuk Tim
Kerja dalam rangka Penyusunan Dua RUU Usul Inisiatif DPD, yakni RUU Tata Informasi
Geospasial Nasional (Tignas) dan RUU Kelautan.
7. Dalam rangka penyusunan RUU Kelautan, pada September 2010, Komite II DPD RI
telah melaksanakan Uji Shahih di tiga daerah, yaitu Provinsi Kepulauan Riau (Kepri),
Provinsi Bangka Belitung dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Uji shahih ini bertujuan meminta masukan dari daerah untuk memperkaya bahan penyusunan RUU Kelautan.
Pada 3 s/d 5 Desember 2010, Komite II DPD RI telah melaksanakan kegiatan Finalisasi RUU Kelautan dalam rangka menyelesaikan penyusunan RUU Kelautan bersama Tim Ahli, yakni: Elly Rasdiani, Tridoyo K, Subaktian Lubis dan Wahyu Yun Santosa.
8. Melalui Keputusan DPD RI Nomor 21/DPD RI/III/2010-2011 pada sidang Paripurna DPD
RU tanggal 16 Februari 2011, telah mengesahkan RUU Kelautan sebagai usul RUU
Inisiatif DPD yang akan disampaokan kepada DPR guna dilakukan pembahasan di DPR.
9. Pada 14 Maret 2013, DPR mengirimkan surat Nomor: LG/02962/DPR RI/III/2013 dalam
acara Penjelasan Pimpinan Alat Kelengkapan DPD dalam rangka Pengharmonisasian,
Pembulatan dan Pemantapan Konsepsi (PPPK) RUU tentang Kelautan pada 18 Maret 2013.
Pada 19 Maret 2013, DPR kembali mengirimkan surat bernomor: LG/03241/DPR RI/III/2013
dalam acara melanjutkan PPPK RUU tentang Kelautan pada 20 Maret 2013.
10. Pimpinan Komite II diundang oleh DPR dengan surat Nomor: LG/10429/DPR-RI/X/2013
pada 8 s/d 9 Oktober 2013 dalam acara PPPK RUU tentang Kelautan.
Namun, Komite II DPD RI menolak hadir karena telah ada putusan MK sehingga tidak
perlu lagi dilakukan harmonisasi di Badan Legislasi (Baleg), tetapi langsung
disampaikan kepada Pimpinan DPR untuk diagendakan dalam Sidang Paripurna.
Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa, 17 Desember 2013, telah menetapkan 66 judul RUU
sebagai Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2014.
Dalam proglegnas ini, RUU Kelautan menjadi usul DPD RI pada urutan ke 66 dari 66 RUU yang disahkan oleh DPR RI serta menjadi. Prioritas pembahasan pada Tahun 2014.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Lilly Aprilya Pregiwati, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Telp. 021-3520350)
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014