Subang, 15 September 2014 (ANTARA) -- Menteri Pertahanan RI Purnomo Yusgiantoro memetakan cara sebuah Negara membangung industri pertahanannya. Menurutnya, terdapat empat tipe sebuah negara membangun industri pertahanannnya di dunia ini. Hal tersebut diungkapkan Purnomo dalam keynote speech Forum Komunikasi Litbang Pertahanan ke-25 yang dihelat di Kampus Dahana Subang (11/09).

Pertama, industri maju. Negara-negara yang masuk dalam kategori ini memiliki sejarah panjang dalam konflik dan peperangan, seperti masa revolusi, Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Negara yang masuk kategori ini diantaranya negara-negara Eropa Barat dan Amerika.

Kedua, negara yang membangun sistem pertahanannya dengan membeli. Mereka tidak mengembangkan industri pertahanan dalam negerinya, melainkan membeli dari negara lain dengan kekuatan finansial mereka yang sangat kuat. Negara-negara yang masuk dalam kategori ini kebanyakan dari Timur Tengah, terutama Negara Teluk.

Ketiga, negara yang terpaksa membangun industri pertahanannya memiliki musuh. Negara yang masuk dalam kategori ini seperti India, Israel, dan Turki.

Keempat, Negara-negara yang industri pertahanannya maju tetapi mereka tidak memiliki musuh. Mereka banyak mengirimkan tentaranya untuk misi perdamaian dunia.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Pertanyaan retorik itu dijawab sendiri oleh Purnomo. Menurutnya, Pemerintah melalui Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) memiliki dua agenda besar untuk industri pertahanan. Pemerintah mendukung industri pertahanan dalam negeri untuk mendukung kemandirian pertahanan.

“Indonesia tidak memiliki musuh, dan mendorong untuk aktif dalam misi perdamaian dunia,” tegas Purnomo. Arah kebijakan ini jelas terbaca dengan masuknya Indonesia ke dalam sepuluh besar negara dunia yang menyumbang pasukan perdamaian.

Kemudian, kemandirian industri pertahanan dalam negeri ini tidak hanya mendukung di bidang pertahanan, tapi juga mendukung perekonomian nasional dengan melakukan ekspor ke Negara lain.

“Kapal kita sudah dipakai di Timor Leste, Anoa (panser) dipakai dalam misi perdamaian oleh Malaysia, hasil kerjasama dengan Airbus juga sudah dipasarkan ke Myanmar,” lanjut Purnomo.

Dalam kontek regional ASEAN, Indonesia masih menjadi empat besar untuk budget pertahanan bersama Singapura, Malaysia dan Thailand. Untuk budget pertahanan di Negara-negara ASEAN sendiri tidak lebih dari 10 milyar dolar pertahun dengan tertinggi Singapura dengan 9 milyar diikuti oleh Indonesia diposisi kedua. Nilai tersebut masih teramat jauh jika dibandingkan dengan Amerika Serikat dengan budget 600 milyar dolar pertahun dan Tiongkok diangka 125 milyar dolar pertahun.

Namun demikian, perbedaan budget masing-masing Negara ASEAN ini tidak serta merta menyebabkan terjadinya perlombaan senjata di ASEAN.

“Kami sepakat, untuk konflik yang terjadi diantara sesame negara ASEAN akan diselesaikan dengan duduk bersama,” tegas Purnomo.

Menurut Purnomo, ASEAN sendiri tidak berkeinginan untuk membentuk sebuah pakta pertahanan. “Kami telah memiliki forum ADIC (Asean Defense Industry Cooperation),” pungkasnya.

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014