Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan politisi Partai Hanura Bambang Wiratmadji Soeharto sebagai tersangka dalam kasus suap pengurusan perkara tindak pidana umum pemalsuan dokumen sertifikat tanah di Lombok Tengah.
"Diduga bersama-sama atau turut serta dengan terdakwa LAR (Lusita Anie Razak), memberikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud melakukan atau tidak melakukan sesuatu karena jabatannya," kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP di Jakarta, Jumat.
Bambang diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama dengan Lusita yaitu memberi atau menjanjikan sesuatu, dalam konteks itu bisa saja dia yang memberi perintah atau berkoordinasi bersama.
Bambang disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31/99 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 jo Pasal 55 ayat 1 dengan ancaman pidana maksimal tiga tahun penjara dan denda paling banyak Rp150 juta rupiah.
KPK sebelumnya sudah menggeledah rumah Ketua Dewan Pengarah Badan Pemenangan Pemilu Partai Hanura itu yang berada di Jalan Intan Nomor 8, Cilandak, Jakarta Selatan pada 17 Desember 2013 dan menyita satu koper berisi dokumen terkait Bambang.
Pemilik PT Pantai Aan di Lombok itu pernah mengakui pernah bertemu dengan terpidana dalam kasus ini yaitu Kepala Kejaksaan Negeri Praya M. Subri SK non aktif setelah berkas penyidikan dari laporan Bambang masuk Kejaksaan.
Bambang mengaku dia melaporkan Sugiharta alias Along ke kepolisian Praya karena diduga membuat sertifikat kepemilikan lahan palsu di atas lahan milik PT Pantai Aan.
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) Subri dan Lusita Anita Razak yang merupakan anak buah Bambang. Lusita diduga pemberi suap bersama barang bukti uang dolar AS senilai sekitar Rp190 juta serta ratusan lembar rupiah dalam berbagai pecahan senilai Rp23 juta, di kamar hotel di Lombok, NTB pada Desember 2013.
Dalam kasus ini mantan Kepala Kejaksaan Negeri Praya M. Subri sudah divonis bersalah dan dipidana selama 10 tahun dan denda sebesar Rp250 juta subsider 5 tahun kurungan pada sidang 25 Juli 2014.
Dalam amar putusan terhadap Subri, hakim menilai Subri terbukti mengetahui dan menyadari telah menerima uang sebesar Rp100 juta dari Direktur PT Pantai AAN Lusita Anie Razak dan Direktur Utama PT Pantai AAN Bambang Wiratmadji Soeharto agar Subri selaku Kajari Praya mengatur penuntutan terhadap Sugiharta dalam perkara dugaan tindak pidana pemalsuan dokumen sertifikat tanah atas nama Sugiharta.
Karena sudah menerima uang tersebut, Subri lalu menghubungi Kasatreskrim Polres Lombok Tengah Deni Septiawan untuk mempercepat penyidikan dan melakukan penahanan terhadap Sugiharta dalam perkara tindak pidana penyerobotan tanah milik PT Pantai AAN di Praya.
Lusita dan Bambang juga menjanjikan uang sebesar Rp100 juta kepada Deni Septiawan agar Deni selaku penyidik mempercepat penyidikan dan melakukan penahanan terhadap Sugiharta dalam perkara tersebut dengan menggunakan surat sporadik yang tidak berdasar.
Kemudian, Subri bersama Lusita, Bambang dan Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejaksaan Negeri Praya Apriyanto Kurniawan menjanjikan uang sebesar Rp25 juta kepada mantan hakim pengadilan negeri Praya Desak Ketut Yuni Aryanti agar Desak selaku hakim menghubungi dan mempengaruhi anggota hakim lain yaitu Dewi Santini dan Anak Agung Putra Wiratjaya yang memeriksa dan mengadili kasus Sugiharta sehingga tuntutan penuntut umum dapat terbukti.
Pewarta: Yashinta DP
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014