Sidoarjo (ANTARA News) - Karena tidak jelas memikirkan nasib yang terombang-ambing, setelah hampir lima bulan harta benda terendam lumpur panas di Porong, Sidoarjo, membuat penderitaan batin berkepanjangan bagi warga korban lumpur. Meski sudah dikontrakkan rumah, namun penderitaan warga Kelurahan Jatirejo, Kecamatan Porong, belum juga berakhir. Mereka hidup merana di tempat baru, karena belum ada kepastian mengenai masa depannya. Penderitaan batin warga korban lumpur ini diungkapkan Sholihuddin, (47) salah seorang tokoh masyarakat Jatirejo. Ia mencatat warganya yang mengalami penderitaan akibat terkena dampak luberan lumpur, yakni sedikitnya 16 warga Jatirejo telah meninggal selama tragedi banjir lumpur. Bahkan, salah seorang warganya kini harus menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Jiwa Lawang, Malang, setelah mengalami gangguan jiwa, karena stres. Selain itu, lanjut dia, puluhan warga korban lumpur lainnya juga mengalami depresi dan stres memikirkan ketidakpastian hidup, setelah tragedi lumpur sejak akhir Mei lalu. "Saya mendata itu, karena saya juga ikut membantu mengurusi mereka," katanya. Ia mengaku, meninggalnya 16 warga korban banjir lumpur itu memang bukan karena mereka tenggelam lumpur, tertabrak alat berat, atau sebab dampak langsung lainnya. Namun, lanjut Sholihuddin, warga korban lumpur ini mengalami penderitaan secara psikologis, setelah banjir lumpur menenggelamkan semua harta benda yang mereka miliki. Semburan lumpur yang sudah menenggelamkan sedikitnya mencapai tiga ribu rumah warga ini, membuat mereka harus rela hidup tercerai-berai dengan keluarga dan tetangga. Rumah tenggelam oleh lumpur dan sebagian harta benda tidak mampu diselamatkan. Banyak orang tua yang stres, sakit, kemudian meninggal. Bahkan, setelah meninggalpun, penderitaan warga belum berakhir. Mereka sulit mendapat lokasi pemakaman di desa lain, tempat mengontrak rumah, sebab, sering desa lain menolak warga luar dimakamkan di desa mereka. Kasus ini pernah menimpa Mbah Jalal, warga Kelurahan Siring, Kecamatan Porong. "Warga sekarang ini stres memikirkan dan menunggu ganti rugi. Mereka selalu membawa-bawa gambar rumahnya yang sudah tenggelam. Mereka berharap ganti rugi segera diberikan," tambah Sholihuddin.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006