Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menginginkan PT Freeport Indonesia berbagi kapasitas pabrik pengolahan atau smelter produk tambang dengan PT Newmont Nusa Tenggara.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) R Sukhyar di Jakarta, Kamis, mengatakan kepastian pembagian kapasitas smelter antara kedua perusahaan itu diperlukan agar Newmont segera memperoleh rekomendasi ekspor konsentrat.
"Kami harapkan minggu ini sudah keluar rekomendasinya," ujarnya usai rapat dengan Pelaksana Tugas Menteri ESDM Chairul Tanjung, yang juga menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian.
Menurut dia, Freeport masih memungkinkan untuk memberikan slot kapasitas smelter kepada Newmont.
Freeport, lanjutnya, tidak perlu memproduksi hingga 1,6 juta ton konsentrat per tahun sesuai kapasitas smelter.
"Dengan demikian, memberi ruang kepada Newmont untuk memasok ke smelter," katanya.
Namun, ia tidak menjelaskan besaran bagian kapasitas smelter Freeport dan Newmont.
Sukhyar menambahkan, Newmont diperkirakan bisa mengekspor konsentrat 170.000 ton hingga akhir 2014.
"Kalau rekomendasi keluar pekan ini, sampai akhir tahun bisa ekspor 170.000 ton," ujarnya.
Pada 3 September, pemerintah dan Newmont menandatangani nota kesepakatan poin-poin renegosiasi kontrak pertambangan Batu Hijau, Nusa Tenggara Barat, yang memungkinkan Newmont mengekspor konsentrat.
Penandatanganan nota kesepahaman itu merupakan awal dari penandatanganan amandemen kontrak karya yang diperkirakan tuntas awal 2015.
Nota kesepahaman itu antara lain meliputi kenaikan royalti emas, perak, dan tembaga dari sebelumnya masing-masing 1,1 persen dan 3,5 persen menjadi tiga persen; 3,75 persen; 3,25 persen dan empat persen sesuai Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 2012 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Newmont juga mesti membayar iuran tetap (deadrent) dua dolar AS per hektare.
Lalu, kewajiban membangun pabrik pengolahan dan pemurnian serta menyetor uang jaminan 25 juta dolar AS, pengurangan luas lahan dari 87.000 hektare menjadi 66.422 hektare, divestasi 51 persen, dan penggunaan komponen dalam negeri.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan, Newmont akan dikenai bea keluar atas ekspor konsentrat 7,5 persen, yang akan menurun jadin lima persen jika kemajuan pembangunan smelter melampaui 7,5 persen dan jadi 0 persen apabila kemajuan smelter di atas 30 persen.
Sebelumnya, Newmont Nusa Tenggara terpaksa menghentikan kegiatan produksi menyusul larangan ekspor konsentrat sesuai Undang-Undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu juga mengajukan gugatan ke arbitrase internasional atas larangan ekspor.
Atas gugatan di International Centre for Settlement of Investment Disputes tersebut, pemerintah mengancam tidak melanjutkan proses renegosiasi kontrak. Akhirnya, NNT mencabut gugatannya dan melanjutkan proses renegosiasi.
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014