Tujuannya agar para teroris tidak bisa mempunyai akses pendanaan
Jakarta (ANTARA News) - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) membekukan aset tiga terduga teroris berstatus warga negara Indonesia (WNI).
"WNI yang tercatat di United Nations Security Council Resolution 1267 ada 17 nama, tiga di antaranya sudah dibekukan asetnya," kata Wakil Ketua PPATK Pusat, Agus Santoso, di Jakarta, Kamis.
Setelah rapat dengan Badan Reserse dan Kriminal, Densus 88, BIN, dan Bank Indonesia di Mabes Polri, ia menyebutkan satu orang telah diketahui indentitasnya.
"Salah satunya berinisial P, yang lain saya lupa namanya," kata dia.
Pertemuan tersebut berlangsung tertutup di ruang Direktorat Ekonomi Khusus (Direksus) Bareskrim Mabes Polri. Direksus berfungsi menangani kejahatan perbankan, pencucian uang, dan kejahatan dunia maya.
"Pertemuan ini sifatnya koordinasi dan penyamaan persepsi mengenai implementasi Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pembekuan Aset Teroris," katanya.
"Tujuannya agar para teroris tidak bisa mempunyai akses pendanaan," ujarnya.
Maksud dari undang-undang tersebut, katanya, mengatur penanganan suatu tindak pidana, terkait dengan pendanaan terorisme, yang merupakan kejahatan serius.
Agus mengatakan 17 terduga teroris tersebut telah ditetapkan sebagai buronan internasional yang berkaitan dengan jaringan Al-Qaeda dan Taliban.
"Kita sudah lihat nama-nama yang dicurigai ini dan telah dimasukkan ke website PPATK, agar mudah diakses penyidik keuangan apakah nama itu memang ada sebagai nasabah," katanya.
Terkait dengan pembekuan rekening terduga teroris dari WNI, Agus mengatakan masih relatif kecil.
"Rekening yang dibekukan relatif kecil, sekitar 20--50 ribu dolar Amerika-lah. Masih ditelusuri lebih dalam lagi" katanya.
(SDP-80)
Pewarta: Darwin Fatir
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2014