Washington (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice bertemu dengan Walid Jumblatt, pemimpin masyarakat Druze di Lebanon, guna membahas upaya untuk membangun kembali negeri tersebut menyusul serangan Israel terhadap Hizbullah musim panas lalu, demikian pernyataan Departemen Luar Negeri AS, Senin. Rice juga direncanakan membahas perkembangan politik yang sedang berlangsung dengan Jumblatt dan penerapan resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB yang memulihkan perdamaian dan memperpanjang mandat pasukan pemelihara perdamaian di Lebanon selatan. Resolusi 1701 disahkan pada Agustus, setelah 33 hari pertempuran antara militer Yahudi dan pejuang Hizbullah sehingga memporak-porandakan prasarana di negeri tersebut. Sementara itu Jumblatt, Senin, mengupayakan dukungan AS bagi pelaksanaan pengadilan internasional guna mengadili para tersangka dalam pembunuhan mantan perdana menteri Rafiq Al-Hariri 2005. Jumblatt mengatakan ia membahas pengadilan yang diusulkan itu dengan Rice selama pertemuan yang tak diumumkan di Washington. Pemimpin Druze tersebut terutama mengeluhkan penentangan terhadap pelaksanaan pengadilan itu dari Presiden Lebanon pro-Suriah Emil Lahoud. "Jika seseorang menentang pengadilan internasional ini, itu berarti ia menutup-tutupi kejahatan," kata Jumblatt, tokoh utama anti-Suriah di parlemen Lebanon, kepada wartawan setelah pertemuan dengan Rice di Departemen Luar Negeri AS. "Jika Lahoud dan sekutu Suriah di Lebanon tak mengingini pengadilan internasional, masalah ini akan jadi berbahaya," katanya. Senin pagi di Beirut, Lahoud mengeluh bahwa ia telah disisihkan dari proses penyelenggaraan pengadilan tersebut. Satu teks rancangan mengenai proyek itu dikirim ke pemerintah Lebanon oleh PBB pada 21 Oktober. Pengadilan tersebut masih harus disetujui oleh DK PBB atau parlemen dan kabinet Lebanon. Gagasan bagi pengadilan internasional, yang direncanakan dibahas di luar Lebanon karena alasan keamanan, diajukan pada Maret oleh Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan. Al-Hariri dibunuh 14 Februari 2005 dalam suatu ledakan bom di Beirut, yang juga menewaskan 22 orang lagi. Perdana menteri populer dengan lima kali masa jabatan tersebut telah menentang perpanjangan tiga tahun mandat Lahoud --yang didorong oleh Suriah pada 2004, demikian DPA.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006