Bogor (ANTARA News) - Revolusi hijau memiliki dampak positif sekaligus negatif dalam sektor pertanian, termasuk di Indonesia, kata pakar pertanian Institut Pertanian Bogor Dr Arief Daryanto.
Pokok pikiran itu mengemuka dalam lokakarya yang digagas Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI), demikian keterangan pers yang diterima di Bogor, Selasa.
Pada acara yang dihadiri Ketua Umum Perhepi yang juga Wakil Menteri Perdagangan Dr Bayu Krisnamurthi itu, Arief Daryanto menyampaikan materi pengantar dengan tema "Socio-Economic Consideration on Agricultural Biotechnology".
Dalam kesempatan itu dipaparkan dua bagian yaitu "Pembelajaran Dari Revolusi Hijau" dan "Isu Sosial-Ekonomi Bioteknologi Pertanian".
Arief Daryanto yang juga Direktur Program Pascasarjana Manajemen Bisnis-Institut Pertanian Bogor (MB-IPB) menegaskan bahwa
"Revolusi Hijau" telah memberikan dampak positif dalam meningkatkan produktivitas pertanian dan pendapatan petani.
"Akan tetapi, Revolusi Hijau juga memiliki dampak negatif yang muncul dalam jangka panjang," katanya.
Di antara dampak negatif itu, seperti petani yang terlibat hutang untuk membayar paket program intensif pertanian, disparitas pendapatan yang semakin melebar serta ketergantungan terhadap industri penyedia "input" pertanian.
Ia mengatakan bahwa berbagai manfaat dapat diperoleh dari pertanian yang efisien yang menggunakan teknologi moderen.
Namun berbagai risiko menyangkut isu sosial-ekonomi pun tidak dapat dihindari, seperti isu sistem pangan, isu kelembagaan, isu bisnis, isu konsumen dan pasar, dan isu sosial.
Karena itu, lanjutnya, adalah langkah yang tepat jika PERHEPI memberikan perhatian terhadap aspek-aspek sosial-ekonomi dari bioteknologi di bidang pertanian ini.
(A035/F003)
Pewarta: Andi Jauhari
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014