Dalam sejarah saya sebagai anggota DPR, RUU inilah yang paling lama dengar pendapatnya, paling banyak proses aspirasinya,"
Jakarta (ANTARA News) - DPR RI diisyaratkan tetap akan menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) Advokat menjadi UU menggantikan UU Advokat, yakni UU Nomor 18 Tahun 2003 meski ada pihak memprotes rencana pengesahan UU baru tersebut.
"Dalam sejarah saya sebagai anggota DPR, RUU inilah yang paling lama dengar pendapatnya, paling banyak proses aspirasinya," kata Nudirman Munir, anggota Panitia Kerja (Panja) DPR RI untuk RUU Advokat dalam dialog media mengenai RUU Advokat di Press Room DPR RI, Selasa.
Selain Nurdiman Munir, acara yang difasilitasi Koordinator Wartawan DPR Jaka Sugiyanta tersebut menghadirkan narasumber Dr Frans Hendra Winarta (Ketua Umum Persatuan Advokat Indonesia/Peradin), tokoh Kongres Advokat Indonesia (KAI) Erman Umar dan Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Otto Hasibuan.
Nudirman Munir mengatakan, RUU Advokat sudah sekitar empat tahun digulirkan dan dalam dua tahun terakhir sudah dilaksanakan proses hearing (dengar pendapat) dan penyaringan aspirasinya. "Kami sudah ke banyak universitas, ke Universitas Gadjah Mada, Universitas Hassanuddin, ke Universitas Udayana di Bali," kata Nudirman Munir yang anggota Komisi III DPR-RI tersebut.
Menurut Nudirman, persoalan RUU Advokat yang baru itu tak terletak pada urusan "single bar| (wadah tunggal) atau "multi bar| (banyak organisasi). Namun lebih pada upaya memperkuat kedudukan organisasi advokat di tengah masyarakat.
"Bisa saja di satu daerah ada hanya satu organisasi advokat, atau dua, yang penting ketentuannya nanti diikuti," katanya.
Ditegaskannya, sembilan fraksi di DPR sudah menyetujui pengesahan RUU Advokat itu menjadi UU sebelum masa bakti DPR RI yang sekarang berakhir pada awal Oktober mendatang.
Dalam acara dialog itu, Frans Hendra Winarta membantah UU Advokat yang akan diberlakukan tersebut mencerminkan adanya campur tangan pemerintah karena akan ada lembaga Dewan Avokat Nasional (DAN) di dalamnya. "Salah kalau dikatakan tak independen, justru yang ingin wadah tunggal itu adalah Orde Baru. Dulu itu serba dijadikan wadah tunggal supaya mudah mengendalikannya," katanya.
Frans Winarta menambahkan. di manapun di seluruh dunia, selalu ada keterkaitan negara dengan organisasi advokatnya, karena negara yang akan mengesahkannya.
Frans, advokat senior seangkatan dengan Adnan Buyung Nasution dan dikenal sebagai pejuang HAM yang gigih pada masa Orde Baru, menyambut baik rencana pengesahan RUU Advokat yang baru tersebut.
"Sudah saatnya profesi advokat diangkat kehormatannya, dengan adanya UU yang akan memungkinkan profesi advokat menjadi profesi terhormat, penuh kejujuran dan pejuang keadilan yang sesungguhnya," kata Frans yang juga guru besar ilmu hukum di Universitas Pelita Harapan itu.
Erman Umar selain menyambut baik rencana pemberlakuan UU yang baru tersebut juga mengingatkan DPR agar DAN nantinya diisi oleh para tokoh hukum, akademisi dan wakil-wakil publik yang punya integritas tinggi. "Dari yang sembilan anggota nantinya, setidak-tidaknya enam diisi oleh para mantan pengacara, lainnya bisa dari perguruan tinggi dan wakil pemerintah," katanya.
Sedangkan Otto Hasibuan meminta DPR menunda dulu pengesahan UU Advokat yang baru dengan alasan langkah tersebut akan bisa menimbulkan kekacauan (chaos). "Kami punya anggota 35.000 orang, dan 6.000 lainnya sedang dalam proses menjadi anggota, bagaimana nanti dengan nasib mereka," kata Otto.
Menurut Otto, pihaknya meminta DPR menunda pengesahan RUU Advokat pengganti UU No. 18 Tahun 2003 itu karena DPR tampak belum seksama mempelajari secara detail RUU tersebut. Selain itu, universitas-universitas di Indonesia juga menyerukan hal yang sama.
Acara dialog media yang berlangsung sekitar dua jam itu dihadiri lebih dari 100 peserta, baik wartawan maupun kalangan advokat mewakili berbagai organisasi mereka.
(E004/S023)
Pewarta: Edi Utama
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014