Jakarta (ANTARA News) - Seorang ibu muda yang sedang berbelanja camilan (makanan kecil) di toko waralaba, terpaku perhatiannya saat melihat biskuit unik kemasan kecil yang baru dikenalnya.Penasaran, biskuit itu pun dibeli dan dicicipinya, karyawan bank swasta itu tertegun memperhatikan kemasan yang sebagian tulisannya "tidak biasa". Ternyata biskuit manis itu buatan Turki, negara yang jaraknya sekitar 50 ribu kilometer dari Indonesia. Produk biskuit, yang satu kelompok dengan terigu, sereal, saripati dan susu itu hanyalah sebagian kecil dari ekspor Turki ke Indonesia yang tahun lalu nilainya mencapai lebih dari 80,7 juta dolar AS. Barang kebutuhan sehari-hari maupun produk industri berat dari Turki akan semakin mudah dijumpai di Indonesia seiring dengan peningkatan semangat hubungan dagang kedua negara. Belum lama ini kedua negara sepakat mempererat kerjasama ekonomi mencakup perdagangan, investasi dan pariwisata dengan menjajaki kerangka Kerjasama Perdagangan Komprehensif (Comprehensive Trade on Economic Partnership/CTEP). "Kerjasama ini diharapkan dapat meminimalisir segala hambatan yang bersifat kebijakan atau teknis," kata Menteri Perdagangan, Mari Elka Pangestu usai sidang ke-6 Komisi Bersama Indonesia-Turki yang berlangsung pertengahan Oktober di Jakarta. Beberapa rencana kerjasama yang dibahas di tingkat pejabat tinggi antara lain peningkatan kerjasama antara Badan Standardisasi Nasional (BSN) dengan Instansi Standardisasi Turki, pertukaran informasi prosedur dan transparansi kepabeanan. "Mengenai standar, kita bekerjasama untuk pertukaran info standardisasi dan penyetaraan standar dari dua pihak, dan jika tidak dapat dilakukan, bisa dibuat `mutual recognition` (pengakuan bersama). Contohnya seperti label halal, mereka ingin tahu bagaimana penetapan standar halal di Indonesia," kata Mendag. Kedua negara juga sedang menyusun nota kesepahaman untuk penyetaraan sistem administrasi kepabeanan yang diharapkan selesai sebelum sidang komisi bersama tahun depan di Turki. Dalam kesempatan itu, Deputi Perdana Menteri Turki, Mehmet Ali Sahin mengharapkan negaranya dapat meningkatkan nilai perdagangan dengan Indonesia dan bekerjasama dalam sektor konstruksi dan pertahanan. "Target kami adalah meningkatkan perdagangan dengan berbagai negara dan Indonesia merupakan tujuan utama kami karena merupakan pintu gerbang ke pasar ASEAN," katanya. Total ekspor Turki ke Indonesia setiap tahun meningkat. Pada 2005 tercatat 80,8 juta dolar AS, 2004 (54,1 juta dolar), 2003 (46,9 juta dolar) dan 2002 (28,5 juta dolar). Turki yakin volume perdagangan dengan Indonesia akan meningkat dua kali lipat dalam waktu dekat. Sebagian masyarakat Indonesia mengenal Turki dari produk karpet, dan hal ini wajar karena karpet merupakan salah satu ekspor besar Turki ke Indonesia. Pada 2005 nilai ekspor karpet ke Indonesia mencapai 1,28 juta dolar AS dan berada di urutan 13 besar. "Meski Indonesia negara tropis dengan iklim hangat, produk karpet negara kami dapat diterima. Ada dua jenis produk karpet, yang buatan tangan dan pabrikan. Produk pabrikan yang paling banyak digunakan di Indonesia adalah sajadah," kata atase perdagangan Mustafa Gulec. Mesin Produksi Duta Besar Turki untuk RI, Aydin Evirgen mengemukakan sektor potensial untuk perdagangan kedua negara antara lain konstruksi, permesinan, pertahanan, pertambangan dan pariwisata. "Turki adalah gerbang ke Eropa, dan banyak warga Indonesia yang melawat dari dan ke Eropa maupun Umroh, berkunjung ke Turki," kata Dubes. Republik Turki terletak di tenggara Eropa dan barat laut Asia dengan sebagian besar wilayah berada di Semenanjung Anatolia. Ibukota Turki adalah Ankara namun kota terpenting dan terbesar adalah Istambul. Dubes Aydin Evirgen mempromosikan sektor konstruksi Turki yang kompetitif, terbukti dari nilai perdagangan yang mencapai 64 miliar dolar dari seluruh proyek di luar Turki. "Saat ini Turki mengimpor beberapa material dari Indonesia dan kami mengharapkan dalam lima tahun ke depan dapat turut membangun infrastruktur di Indonesia. Kami yakin karena kami sangat kompetitif, bahkan dengan RRC maupun India," katanya. Turki juga menawarkan produk bidang pertahanan seperti senjata ringan peralatan komunikasi, roket, kendaraan lapis baja serta suku cadang pesawat F16 dan Hercules C130 beserta "upgrading"-nya. Kendaraan lapis baga mereka yang awalnya menggunakan lisensi dari AS, kini telah digunakan di Malaysia, Kuwait, Oman dan Pakistan. Negara anggota NATO yang sedang dalam proses menjadi anggota Uni Eropa tersebut juga memiliki teknologi pembuatan kapal selam, kapal angkut militer, dan perahu cepat untuk militer. "Bidang lainnya di mana negara kami sangat ingin bekerjasama dengan Indonesia adalah pembangkit energi panas bumi. Indonesia adalah negeri yang memiliki panas bumi terbesar," kata Evirgen. Dia mengemukakan saat ini kedua negara bertekad mengaktifkan kembali "Bussiness Council Meeting" yang sudah berumur 11 tahun namun baru melakukan dua pertemuan. "Forum ini diaktifkan kembali melalui antarpemerintah maupun antarpelaku bisnis. Kami perkirakan target hubungan dagang kedua negara senilai 2 miliar dolar dapat tercapai tiga tahun ke depan," katanya. Ekonomi Turki yang telah mengalami stagnasi diperbaiki dengan pertumbuhan 7,6 persen dan inflasi turun menjadi 7,7 persen tahun 2005. Ekspor Turki di ke Indonesia antara lain tembakau non pabrikan yang pada 2005 berada di urutan pertama dengan nilai 16,8 juta dolar AS, selain itu terdapat terigu, filamen sintetis, kapas, mesin, kulit dan sebagainya. Turki pada November tahun lalu mengirim misi dagang pertama ke Indonesia yang diikuti sekitar 30 perusahaan Turki sektor produk makanan, bahan konstruksi, dan permesinan. Hampir setengah dari peserta misi dagang tersebut merupakan perusahaan penghasil terigu dan mesin penggilingan gandum. "Kami berharap bisa meningkatkan ekspor tepung terigu kami hingga sepuluh persen dari kebutuhan impor terigu Indonesia. Kami bisa menawarkan harga yang lebih kompetitif," kata Mustafa Gulec. Turki merupakan penghasil gandum terbesar ke-sembilan di dunia dengan produksi sebanyak 21 juta ton per tahun pada 2004 dan total produksi sereal (biji-bijian) mencapai 34 juta ton. Turki juga merupakan produsen tepung terigu utama yang merupakan eksportir tepung terigu terbesar ke-6 di dunia dengan total produksi terigu mencapai 11 juta ton pada 2004 dari 1.100 pabrik terigu. Tahun lalu, Perdana Menteri Turki Recep Tayyip melakukan kunjungan kenegaraan ke RI dan menyebut hubungan kedua negara telah berlangsung lama dan sangat bersahabat, karena itu hubungan perdagangan pun perlu ditingkatkan. Indonesia dan Turki adalah anggota kelompok negara berkembang (Developing 8/D-8), yang sebagian besar berpenduduk muslim. D-8 dibentuk di Istambul pada 15 Juni 1997 sebagai aliansi untuk pembangunan ekonomi. Nilai perdagangan kedua negara selama lima tahun terakhir menunjukkan surplus untuk Indonesia dengan peningkatan rata-rata 30 persen per tahun. Selama periode Januari -Mei 2006, Indonesia melakukan ekspor ke Turki sebesar 258 juta dolar AS sementara impor dari Turki hanya 32 juta dolar AS. Ekspor Indonesia ke Turki setiap tahun meningkat, pada 2005 sebesar 745 juta dolar AS, sedangkan pada 2004 (623,4 juta dolar), 2003 (450,3 juta dolar) dan 2002 (327 juta dolar). Ekspor Indonesia ke Turki selama ini antara lain berupa minyak kelapa sawit, benang, karet alam, benang sintetis, kelapa/kopra, serabut kapas, "termionic cold catoda", dan benang serabut kapas. Mendag mengatakan Turki merupakan pintu masuk ke pasar Uni Eropa yang potensial bagi produk unggulan Indonesia seperti tekstil dan produk tesktil (TPT), sepatu, elektronik dan otomotif Pemerintah Indonesia pada November 2005 menandatangani sejumlah kesepakatan dengan negara pasar non tradisional, salah satunya Turki, dalam upaya meningkatkan hubungan ekonomi dan perdagangan. Kesepakatan yang dicapai dengan Turki adalah peningkatan kerjasama di bidang promosi, perdagangan, kawasan bebas, pos (dalam bentuk kerjasama perangko), standar, serta riset dan teknologi. Negeri yang setiap 29 Oktober berulang tahun tersebut sudah memiliki hubungan lama dengan Indonesia, bahkan konsul Turki di masa kolonial Belanda, menempati gedung yang saat ini menjadi Museum Tekstil di Tanah Abang Jakarta Pusat.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006