"Lulusan Akademi Perawatan Malang itu menjalankan praktik tanpa mengantongi surat tanda registrasi dokter atau surat izin praktik kedokteran," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Awi Setiyono di Surabaya, Selasa.
Didampingi Wadirkrimsus Polda Jatim AKBP Anom Wibowo, ia menjelaskan terungkapnya praktik dokter gadungan itu karena ada beberapa warga yang curiga akan tempat praktik pelaku.
"Berkat laporan masyarakat, kami melakukan penyelidikan dan ternyata benar bahwa pelaku tak memiliki izin praktik, lalu pelaku pun dibawa ke Mapolda Jatim," katanya, yang juga didampingi sejumlah penyidik Unit IV, Subdit IV/Tipidter, Ditreskrimsus, Polda Jatim.
Dalam pemeriksaan, tersangka MW mengaku dirinya melakukan hal itu karena pernah sekolah di Akademi Perawat Malang yang lulus tahun 1984, lalu membuka praktik di rumahnya. Bahkan, pelaku mulai membuka rawat inap dengan sebutan YUBI pada tahun 2010.
"Saat pelaku ditangkap, di rumahnya ada dua pasien sakit tipus. Sebenarnya tidak jauh dari rumah pelaku ada sebuah puskesmas, tapi selalu sepi dari pasien. Untuk meyakinkan pasien, pelaku memasang foto saat wisuda," katanya.
Secara terpisah, tersangka MW mengaku dirinya memajang foto sebagai lulusan Akademi Perawat. "Saya selalu mengatakan kalau saya bukan dokter, tapi saya adalah perawat," katanya.
Tentang obat-obatan yang dia dapat, tersangka mengaku membeli dari "sales" obat yang datang kepadanya.
"Pasien yang datang berobat selalu saya periksa dulu, lalu saya lakukan analisa untuk diberi obat yang pas, setelah saya tulis di lembaran kertas," tambahnya.
Dalam praktiknya, tambah Wadirkrimsus Polda Jatim AKBP Anom Wibowo, pelaku meminta biaya pengganti sebesar Rp50 ribu dan Rp100 ribu untuk biaya menginap jika sakitnya parah.
"Pelaku dikenai Pasal 78 UU RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, karena tersangka dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dengan memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik," katanya.
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat 2 pada UU Praktik Kedokteran itu, pelaku akan dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp150 juta.
Pewarta: Edy M Ya'kub
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014