Jakarta (ANTARA News) - Badan Reserse dan Kriminal Kepolisian RI (Polri) dan Pusat Pelaporan, Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap kasus penyelundupan bahan bakar minyak (BBM) melalui pelacakan rekening seorang pegawai negeri sipil di Batam yang nilai transaksinya sampai Rp1,3 triliun.
Menurut Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri, para pelaku penyelundupan BBM itu sudah ditangkap, salah satunya pengusaha kapal Ahmad Mahbub (AM) alias Abob.
"AM ini bosnya, otak kejahatan. Dia yang sediakan kapal, dia pemodal. Dia beli minyak dan gerakkan seluruh karyawan yang bekerja," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Kamil Razak dalam jumpa pers di Gedung PPATK di Jakarta, Senin.
"Dia pakai rekening anak buahnya untuk simpan uang. Uangnya dari dia, untuk beli minyak," tambah dia.
Kamil mengatakan Abob masuk dalam daftar lima tersangka yang telah ditetapkan Bareskrim Polri terkait kasus penyelundupan BBM di Batam.
Tersangka lainnya adalah adik AM, Niwen Khairiah--seorang pegawai negeri sipil di Batam yang rekeningnya digunakan untuk transaksi--; Senior Supervisor Pertamina Dumai Yusri; seorang pengusaha bernama Du Nun; dan seorang pegawai lepas bernama Arifin Ahmad.
Menurut Kamil, penyelidikan kasus tersebut bermula dari laporan PPATK yang diterima Bareskrim Polri terkait transaksi mencurigakan pada rekening milik Niwen.
"Setelah ditelusuri oleh penyidik diketahui bahwa Mahbub menyediakan sebuah kapal tanker untuk membeli minyak di Pertamina di wilayah Batam," ujarnya.
Dalam pembelian itu, Mahbub bekerjasama dengan supervisor di Pertamina Dumai, Yusri. Yusri memberikan pasokan minyak dengan jumlah lebih dari yang dibeli oleh Mahbub.
Selanjutnya, kapal milik Mahbub membawa minyak ke tengah laut dan menjual minyak yang telah dilebihkan oleh pihak Pertamina.
"Jadi, contohnya dia (Mahbub) beli lima ribu, dilebihkan oleh YR (Yusri) menjadi 7.500 atau 10 ribu. Lalu, di tengah laut kapal berhenti untuk menjual yang kelebihannya itu pada orang dari negara lain," ungkap Kamil.
Setelah transaksi berhasil, lanjut dia, Mahbub dibayar oleh pembeli dengan mata uang dolar Singapura.
Kemudian, uang tunai dalam bentuk dolar Singapura itu dibawa ke Batam dan ditukarkan dengan rupiah oleh Niwen.
"Dari NK (Niwen) uang itu dimasukan ke bank ditukar dengan uang rupiah. NK punya perusahaan valas di Batam. Lalu uangnnya disebar ke beberapa rekening," jelasnya.
Atas perbuatan tersebut, kelima tersangka dijerat dengan pasal 2 Undang-Undang (UU) No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan pasal 5 ayat (2), pasal 11, pasal 12 huruf a dan b UU No.20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999.
Para tersangka juga dijerat dengan pasal 3, pasal 6 UU No.15 tahun 2002 sebagaimana diubah dalam UU No.25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan pasal 3, pasal 5 junto pasal 10 UU No. 8 tahun 2010 tentang TPPU junto pasal 55, 56, dan 64 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014