Menurut Wakil Bendahara Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, partainya sudah lama melakukan kajian soal mekanisme pilkada secara langsung ini.
"Kesimpulan sementara, lebih banyak mudaratnya dari pada manfaatnya bagi rakyat dan kehidupan yang tenteram dalam berbangsa dan bernegara," kata Bambang di Jakarta, Jumat (5/9).
Disebutkannya, sudah ribuan pilkada langsung memakan korban anak bangsa. Pertikaian antar pendukung, ras dan suku selalu mewarnai setiap pilkada. Lalu berlanjut di tahapan gugat menggugat yang juga kerap diwarnai kekerasan.
Belum lagi biaya yang luar biasa besarnya yang harus dikeluarkan para kandidat yang ujung-ujung mendorong siapapun pemenangnya melakukan praktik korupsi agar modal kampanye kembali.
"Dengan pemilihan oleh DPRD, maka Bupati/walikota/Gubernur bisa kerja sepanjang 5 tahun. Pengalaman Pilkada langsung, tahun ketiga sudah sibuk kampanye. Promosi dan mutasi pejabat selalu dikaitkan dengan dukungan pilkada. Good government tak pernah bisa tercapai karena di tiap Pilkada para pejabat/PNS akan terbelah menjadi Tim Sukses masing-masing kandidat. Baik incumbent maupun penantang baru," kata Bambang Soesatyo.
Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Syarifuddin Sudding mengatakan, pemilihan kepala daerah (pilkada) seperti pemilihan Gubernur, Walikota dan Bupati secara tidak langsung atau dipilih oleh DPRD merupakan kemunduran demokrasi.
"Kita berharap ke depan pilkada ini bukan untuk suatu kepentingan tertentu lalu mengabaikan kepentingan-kepentingan lain. Pilkada langsung selama ini merupakan amanat konstitusi dan UU. Ketika dikembalikan ke DPRD, ada kemunduran demokrasi yang kita alami," kata Sudding di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat. (zul)
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014