... perlu hati-hati diatur risiko makronya, jangan sampai tidak di-hedging... "
Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia mengkaji metode pemantauan risiko pinjaman luar negeri oleh BUMN maupun swasta, baik yang terkait proyek pemerintah maupun nonpemerintah.


Dewasa ini ada tiga perusahaan nasional yang mengajukan pinjaman luar negeri dan pemerintah memberi izin kepada mereka.

Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara, mengatakan, "Mereka akan terkait dengan aturan Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN)."

Dia katakan, yang ditempuh Pelindo II, PT Supreme Energy, dan PT Bhimasena itu terkait PKLN.


"Jadi memang pinjaman-pinjaman perbankan, pinjaman BUMN dan proyek-proyek yang terkait BUMN dan pemerintah itu terkena aturan PKLN dan sudah sejak 1992," ujar Adityaswara, di Jakarta, Jumat.

Untuk aturan yang akan diterbitkan BI dalam waktu dekat, katanya, adalah aturan terkait utang luar negeri swasta yang juga akan mencakup non-BUMN dan proyek-proyek non-BUMN.

Menurut Mirza, aturan mengedepankan prinsip kehati-hatian. Pada satu sisi Indonesia perlu aliran modal dari luar negeri melalui Surat Utang Negara (SUN) untuk membiayai APBN, BUMN, dan juga sektor swasta.

"Jadi utang luar negeri itu diperlukan tapi perlu hati-hati diatur risiko makronya, jangan sampai tidak di-hedging (lindung nilai), jangan sampai kewajiban valasnya lebih besar dari aset valasnya," katanya.

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2014