Seperti dikutip dari laman Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung tertanggal 16 Agustus 2010 mengenai wawancara dengan I Ketut Wiryadinata, diketahui bahwa mereka hanya terpaut setahun karena Wiryadinata adalah alumni ITB angkatan 71 jurusan Ekonomi, sedangkan Jero Wacik merupakan alumni ITB angkatan 70 jurusan Teknik Mesin.
Wiryadinata yang biasa disapa "Wir" tersebut sejak 1 Juni 2006 menjadi staf khusus Mendbudpar bidang Pemasaran, Informasi telematika dan Kerja Sama Luar Negeri. Mereka berteman sejak kelas 4 Sekolah Dasar pada 1962 hingga berkuliah di ITB.
Awalnya Wiryadinata mengaku keberatan dengan gaji staf khusus menteri yang kecil yaitu sebesar Rp3,5 juta padahal saat itu dia menjadi General Manager di Mitsui Takeda, sedangkan tawaran untuk menjadi staf khusus sudah diajukan sejak 2004.
"Dan pada tahun 2006, pak menteri bilang suruh saya ikut dengan segala risikonya, akhirnya saya bilang dengan gaji segitu saya tidak sanggup tapi kalau di tambahin saya bantu dan akhirnya beliau setuju," kata Wiryadinata dalam laman tersebut.
Wiryadinata juga mengaku sebagai anggota Partai Demokrat namun tidak aktif.
Orang tua mereka bersahabat di Bali karena orang tua Wiryadinata adalah pengusaha kebun kopi dan setiap musim panen kopi 5-90 orang buruh pemetik kopi menginap di rumahnya di daerah Tatana. Sedangkan keluarga Jero adalah pedagang kain keliling dan buruh-buruh Wiryadinata adalah pelanggan kain orang tua Jero.
"Karena di rumah saya banyak orang maka dia datang dan menginap di tempat saya. Dari sanalah awal perkenalan kami, akhirnya rutin setiap tahun seperti itu, setiap bulan datang lagi, jualan lagi. Menginap lagi jadi beliau dan saya sudah seperti keluarga sendiri," tambah Wiryadinata.
Ia pun mengaku bahwa Jero saat SD berambut panjang karena seorang pemangku adat rambutnya tidak boleh di potong sehingga Jero berpakaian putih-putih, rambut panjang dan menggunakan kuda warna putih.
Jero kecil juga diketahui suka mengadu ayam, jadi kalau bertemu ayam langsung diadu.
Bersama Wiryadinata, Jero sama-sama tinggal di satu rumah bersama sepupu mereka di Banjar Bali, Singaraja saat masih sekolah. Saat ini keduanya juga sama-sama tinggal di daerah Bintaro.
Faktor lain yang mendekatkan mereka, Jero dan Wiryadinata juga sama-sama suka bermain golf, mulai dari main golf di Jatinangor Bandung hingga beberapa club golf lain. Jero Wacik diketahui adalah Ketua Persatuan Golf Indonesia 2004-2010.
Mengenai golf, sejumlah kesepakatan pemberian uang untuk pejabat di Kementerian ESDM juga dilakukan di lapangan golf seperti di lapangan golf Gunung Geulis Bandung yang menjadi tempat Direktur PT Kaltim Parna Industri Artha Meris Simbolon membuat kesepakatan dengan mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini.
Jero Wacik merupakan anak terakhir dari 8 bersaudara juga adalah penulis buku "Fisika untuk SMA" yang diterbitkan Ganesha Exact Bandung (1979) dan "Matematika untuk SMA" Ganesha Exact Bandung dan merupakan buku bacaan Rudi Rubiandini.
Kini keduanya juga sama-sama dicegah ke luar negeri berdasarkan Keputusan Pimpinan KPK No. KEP-1019/01-23/09/2014 tanggal 3 September 2014 dan berlaku hingga 6 bulan ke depan.
Pencegahan itu terjadi menyusul penetapan Jero Wacik sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi dalam bentuk pemerasan terkait sejumlah kegiatan di Kementerian ESDM saat menjabat sebagai menteri Energi dan Sumber Daya Mineral 2011-2013.
Sebelumnya, Ketua KPK Abraham Samad mengakui bahwa Jero Wacik termasuk orang yang gemar hidup mewah.
"Kalau menurut saya sendiri, rata-rata orang ini kan punya hasrat ya, punya hasrat ingin hidup bermewah-mewahan, serakah, itu bawaan manusia sebenarnya, tidak terkontrol," kata Abraham pada 2 September 2014.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto juga mengakui bahwa uang yang diperoleh Jero Wacik hingga Rp9,9 miliar diduga digunakan untuk pencitraan.
"Dana itu diduga digunakan untuk kepentingan pribadi, pihak ketiga dan pencitraan JW (Jero Wacik)," kata Bambang.
KPK menyangkakan Jero Wacik dengan pasal 12 huruf e atau pasal 23 Undang-undang No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 jo pasal 421 KUHP.
Pasal 12 huruf e mengatur mengenai penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri yaitu pasal mengenai pemerasan dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014