Kita telah menyaksikan penandatanganan perjanjian penting terkait Delimitasi Batas Laut Bagian Timur Selat Singapura,"
Singapura (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menginginkan berbagai persoalan seperti perselisihan perbatasan dapat diselesaikan melalui jalur diplomasi sebagaimana ditunjukkan oleh pemerintah RI-Singapura.
"Kita telah menyaksikan penandatanganan perjanjian penting terkait Delimitasi Batas Laut Bagian Timur Selat Singapura," kata Presiden Yudhoyono di Istana Singapura, Rabu malam.
Menurut SBY, di dalam kondisi dunia yang diwarnai dengan banyak ketegangan dan perselisihan, perjanjian yang telah didemonstrasikan bersama oleh RI dan Singapura memberikan pesan komitmen politik yang kuat.
Pesan itu, ujar dia, adalah merupakan hal yang bisa dimungkinkan untuk mencapai solusi yang disepakati bersama.
"Melalui perjanjian ini, kita (RI-Singapura) meletakkan tonggak baru dalam sejarah bilateral kita," kata Presiden SBY.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengungkapkan, perjanjian yang telah ditandatangani ini adalah merupakan bagian yang sangat penting dan merupakan hasil diplomasi yang panjang.
Marty menuturkan, perjanjian batas laut bagian tengah Selat Singapura telah ditandatangani pada tahun 1973, dan perjanjian batas laut bagian barat Selat Singapura juga telah disahkan pada tahun 2009.
Setelah perjanjian yang ditandatangani pada 2014, masih ada pembahasan mengenai satu tahap lagi yang mesti diselesaikan tidak hanya dengan Singapura, tetapi juga dengan negara Malaysia.
Menlu mengemukakan, Indonesia sendiri memiliki perbatasan maritim dengan 10 negara, dan masih akan membahas mengenai batas laut antara lain dengan beberapa negara lainnya.
Menurut dia, penggunaan perundingan dan diplomasi dalam menyelesaikan permasalahan batas negara merupakan pembelajaran yang baik untuk masa mendatang dan kasus lain.
Sebagaimana diketahui, perselisihan batas laut yang mengemuka saat ini antara lain adalah terkait Laut Tiongkok Selatan antara Tiongkok dan sejumlah negara ASEAN.
(M040/Z002)
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014