"Pihak kami di lapangan melaporkan bahwa besarnya kerusakan tak pernah terjadi sebelumnya. Sebanyak 18.000 rumah telah hancur atau rusak parah, sehingga tak kurang dari 108.000 orang kehilangan tempat tinggal," kata Stephane Dujarric di markas PBB, New York.
"Menemukan penyelesaian sementara perumahan buat orang ini akan menjadi tantangan besar yang dihadapi pemerintah lokal dan masyarakat kemanusiaan pada masa mendatang," katanya.
Pasokan listrik masih terputus selama 18 jam per hari di kebanyakan wilayah di seluruh Jalur Gaza dan hanya 10 persen warga menerima air setiap hari, tambah Dujarric, sebagaimana dilaporkan Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Rabu pagi.
Menurut Kantor PBB bagi Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA), gencatan senjata di Jalur Gaza sejak 27 Agustus telah memuntkinkan "dilakukannya penilaian yang lebih mendalam" mengenai kerusakan bangunan. Sebanyak 13 persen stok rumah di Jalur Gaza telah terpengaruh oleh konflik.
Lembaga Pekerjaan dan Bantuan PBB bagi Pengungsi Palestina (UNRWA) menyatakan lebih dari 55.000 orang yang kehilangan tempat tinggal masih berlindung di 36 gedung sekolah yang dikelola oleh badan tersebut hingga Senin (1/9).
Lebih dari 2.000 orang Palestina tewas dan 10.000 orang lagi cedera sejak Selasa (8 Juli), ketika Israel melancarkan agresi militer yang diberi nama "Operation Protective Edge" dalam upaya "menghentikan penembakan roket lintas-perbatasan dari Jalur Gaza" --yang dikuasai HAMAS. Di pihak Israel, lima warga dan 64 tentara telah tewas.
(Uu.C003)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014