Jakarta (ANTARA News) - Semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, yang telah menimpa lebih dari 1.200 jiwa, sudah dapat dikategorikan sebagai bencana alam, karena fakta di lapangan terdapat banyak titik semburan yang jauh dari lokasi pengeboran. "Titik-titik semburan itu tampaknya terus meluas, sekitar 2 km dari lokasi pengeboran, sehingga luapan lumpur di Sidoarjo dapat dikategorikan sebagai bencana alam," kata Direktur Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam BBPT, Yusuf Surachman, di Jakarta, Sabtu. Menurutnya, semburan Lumpur Panas Sidoarjo (LUSI) merupakan sebuah fenomena alam yang perlu disikapi secara wajar. Jarang terjadi kejadian dalam suatu pengeboran minyak dan tambang, kemudian keluar lumpur dari lapisan bawah tanah yang cukup tebal yang berisi lempung (shale) bertekanan tinggi dari tekanan hidrostatis dan terus bergerak (mobile) yang temperaturnya mencapai 100 derajat celcius di permukaan, dan keluar terus menerus. Hal itu baru saya lihat di Sidoarjo, katanya. Para ahli geologi dan geofisika juga berksimpulan bahwa lumpur panas Sidoarjo berasal dari batuan gunung api dengan temperatur dan tekanan tinggi berumur sekitar 4,9 juta tahun dan diendapkan pada lingkungan laut. Dikatakannya para ahli itu juga sepakat untuk mengatakan semburan lumpur panas tersebut merupakan proses pembentukan "mud vulcano", yang semburannya akan terus berjalan dan bertambah dan tidak akan berhenti dalam waktu singkat. "Semburan itu akan terus berjalan karena di dalam lapisan bumi sepertinya ada gunung lumpur yang bercampur dengan gas dan fluida," katanya. Dari data seismik, yang kemudian dihitung, katanya, total volume lumpur secara keseluruhan diperkirakan sebesar 1.55 miliar m3 . Apa bila debit semburan lumpur diperkirakan sebesar 100.000 m3 per hari, maka semburan lumpur di Sidoarjo akan berhenti setelah 31 tahun. "Waktu berhenti cukup lama jika tidak ada upaya yang lebih sistematis, karena tergantung juga tekanan hidrostastiknya," katanya, seraya menambahkan pada akhirnya akan terjadi subsidance (penurunan permukaan tanah) di sekitar pusat semburan lumpur yang terjadi secara terus menerus itu. Masalah penanggulangan Menjawab pertanyaan, ia mengemukakan untuk menanggulangi ada beberapa pilihan, yakni memanggil para ahli geologi dan geofisika untuk mempercepat penghentian semburan, mengalirkan lumpur-lumpur itu ke laut untuk meminimalisasi korban manusia yang lebih besar dan melakukan rehabilitasi dan pembangunan infrastruktur yang rusak agar dapat normal kembali, seperti pembuatan jalan dan jembatan yang rusak. Sementara itu, anggota tim nasional penanggulangan Semburan Lumpur Sidoarjo, Sofyan Hadi menambahkan pihaknya membuka seluas-luasnya kepada masyarakat yang mempunyai ide terbaik dalam penanggulangan bencana alam itu. Akan tetapi lanjutnya, ide yang masuk kedalam tim nasional itu sulit untuk diimplementasikan. Dicontohkannya, ada pihak asing ( konsultan dari Russia .. red) mengajukan proposal untuk menghentikan semburan lumpur. Ketika ditanya berapa banyak biochemical (zat kimia) yang harus diinjeksikan kedalam bumi untuk mengempalkan lumpur itu, bagaimana mendistribusikannya zat itu dan adakah jaminan setelah biaya dikeluarkan terjadi kegagalan. Masalah seperti itu yang tidak dapat dijawab oleh pembawa proposal, sehingga tim nasional sampai saat ini terus mengkaji cara terbaik untuk menghentikan semburan lumpur itu, kata, Hadi. (*)
Copyright © ANTARA 2006