Jakarta (ANTARA News) - Bupati Kutai Timur Isran Noor membantah menerima uang terkait mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
"Tidak," kata Isran saat menjadi saksi untuk Anas dalam sidang perkara penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Isran menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum Yudi Kristiana mengenai apakah dirinya menerima uang saku dalam kongres Partai Demokrat Mei 2010 yang memenangkan Anas sebagai ketua umum partai tersebut.
"Biaya (ke Kongres) dari masing-masing, dari kampung," tambah Isran yang saat kongres tersebut menjabat sebagai ketua Dewan Pimpinan Cabang Kutai Timur.
Dalam dakwaan, Anas didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan memberikan uang Rp3 miliar dari Permai Grup untuk pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari PT Arina Kota Jaya seluas 5.000-10.000 hektar yang berada di kecamantan Bengalon dan kecamatan Kongbeng kabupaten Kutai Timur pada 26 Maret 2010.
Nazaruddin selaku pemilik Permai Grup kemudian memerintahkan Wakil Direktur Keuangan Permai Grup Yulianis mengeluarkan dana sebesar Rp3 miliar dalam bentuk cek melalui orang bernama Khalilur R Abdullah Sahlawiy alias Lilur.
Lilur kemudian memberikan uang tunai Rp100 juta serta 1 cek senilai Rp500 juta untuk bantuan biaya survei di beberapa lokasi IUP kepada Kepala Dinas Pertambangan Wijaya Rahman sehingga Isran Noor pun menerbitkan keputusan IUP Eksplorasi kepada PT Arina Kota Jaya.
"Saya bertemu dengan Lilur di kantor, saat dia membawa permohonan perizinan tambang. Ada 10, seingat saya 10 itu yang memenuhi syarat cuma 1 yaitu PT Arina Kota Jaya," ungkap Isran.
Menurut Isran, Lilur mengajukan permohonan masuk yang didisposisi kepada Dinas Pertambangan lalu ditunjuk tim untuk melakukan survei di lapangan.
"Selanjutnya dipelajari ada tim terkait Kehutanan dan Lingkungan Hidup, apakah ada masalah atau tumpang tindih izin, baru kembali ke bupati dan saya perintahkan dilanjtukan," tegas Isran.
Isran juga membantah mengetahui mengetahui Kepala Dinas Pertambangan Wijaya Rahman menerima uang yang lalu disita KPK.
"Saya tidak dilaporkan," tambah isran.
"Saudara tidak menerima sesuatu dari proses pengajuan IUP PT Arina?" tanya JPU Yudi Kristiana.
"Tidak, saya serius, saya sudah disumpah tadi," ungkap Isran.
Isran juga mengaku bahwa tidak ada biaya yang dibebankan untuk mendapatkan IUP tersebut.
"Tidak ada (biaya), kalau IUP sudah disetujui paka artinya koordinat sudah ditentukan, tapi disurvei dulu supaya tahu apakah itu kawasan orang atau bukan. Tidak ada yang ada kewajiban pengusaha membayar, tapi ketika dapat IUP wajib membayar jaminan kesirusan tapi itu disetor ke ESDM," jelas Isran.
Isran pun mengaku tidak tahu pemilik PT Arina Kota Jaya.
"Pemiliknya saya tidak tahu siapa tapi itu mengajukan tambang batu bara," tambah Isran.
Anas dalam perkara ini diduga menerima "fee" sebesar 7-20 persen dari Permai Grup yang berasal dari proyek-proyek yang didanai APBN dalam bentuk 1 unit mobil Toyota Harrier senilai Rp670 juta, 1 unit mobil Toyota Vellfire seharga Rp735 juta, kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta dan uang Rp116,52 miliar dan 5,26 juta dolar AS dari berbagai proyek.
Uang tersebut digunakan untuk membayar hotel-hotel tempat menginap para pendukung Anas saat kongres Partai Demokrat di Bandung, pembiayaan posko tim relawan pemenangan Anas, biaya pertemuan Dewan Pimpinan Cabang (DPC) dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) dan pemberian uang saku kepada DPC, uang operasional dan "entertainment", biaya pertemuan tandingan dengan Andi Mallarangeng, road show Anas dan tim sukesesnya pada Maret-April 2010, deklarasi pencalonan Anas sebagai calon ketua umum di Hotel Sultan, biaya "event organizer", siaran langsung beberapa stasiun TV, pembelian telepon selular merek Blackberry, pembuatan iklan layanan masyarakat dan biaya komunikasi media.
Anas juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang TPPU harta kekayaannya hingga mencapai Rp23,88 miliar.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014