Jakarta, 30/8 (ANTARA) -- Para Menteri Kelautan beserta pejabat terkait yang mewakili 21 negara Asia Pasifik menyepakati Blue Economy sebagai fokus utama kerjasama kemitraan antar negara anggota APEC. Hal itu tertuang dalam Deklarasi Xianmen yang disahkan pada Pertemuan Tingkat Menteri Kelautan APEC Keempat (The 4th APEC Ocean-related Ministerial Meeting/AOMM4) di Xiamen, Tiongkok (28/8). Para menteri kelautan terkait yang hadir merasa terpanggil untuk membentuk kemitraan yang lebih terintegrasi, berkelanjutan, inklusif dan saling menguntungkan melalui kerjasama kelautan. Demikian disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C. Sutardjo yang memimpin delegasi RI dalam pertemuan tersebut.

Adapun tiga bidang kerjasama lainnya yang menjadi prioritas yakni pertama, konservasi ekosistem laut dan pesisir serta ketahanan terhadap bencana alam. Kedua, peran laut terhadap keamanan pangan dan perdagangan yang berhubungan dengan pangan, serta ketiga adalah terkait ilmu kelautan, teknologi dan inovasi. "Kesepakatan dalam Deklarasi Xianmen ini akan dijalankan dengan menerapkan komitmen sebelumnya,dan berfokus pada upaya kolaborasi dan tindakan terpadu", ujar Sharif.

Menurut Sharif, setiap negara anggota sepakat bahwa terdapat hubungan potensial antara Blue Economy, pembangunan berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi secara khusus. Blue Economy juga memiliki kaitan yang sangat erat dengan upaya konservasi laut dan pesisir, pengembangan inovatif, serta reformasi dan pertumbuhan ekonomi yang merupakan tiga prioritas APEC 2014. "Oleh karena itu, kami menyerukan kerjasama Blue Economy di kawasan Asia - Pasifik dan menegaskan kembali dukungan kuat kami untuk mengambil tindakan dalam mempromosikan konektivitas dan komunikasi di antara anggota APEC untuk memfasilitasi arus barang, jasa, perdagangan dan investasi", jelas Sharif.

Selanjutnya melalui kesepakatan tersebut setiap anggota APEC didorong untuk meningkatkan kebijakan dan dukungan kelembagaan dalam pengelolaan berbasis ekosistem, pemanfaatan insentif ekonomi dan instrumen berbasis pasar yang sesuai untuk menciptakan efisiensi dan memaksimalkan hasil ekonomi yang berkelanjutan. "Pengembangan Blue Economy membutuhkan pemahaman yang baik tentang kelautan dan peningkatan kemampuan teknologi untuk mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya kelautan melalui inovasi", tambah Sharif.

Dalam pengembangan dan kerjasama Blue Economy, keterlibatan sektor swasta yang sesuai dengan pandangan dan prioritas APEC dinilai sangat penting. Anggota APEC didorong untuk menggali masukan dari sektor swasta termasuk usaha kecil dan menengah, seperti melalui dialog kebijakan dan kemitraan swasta publik. Selain itu, yang menjadi point penting yang diatur dalam kesepakatan adalah mendorong anggota APEC untuk mengembangkan kegiatan ekonomi kelautan yang ramah lingkungan. "Blue Economy dipilih sebagai pendekatan untuk pengelolaan sumber daya laut berkelanjutan, seperti energi laut terbarukan dan inovasi perikanan budidaya yang berkelanjutan",
tandas Sharif.

Blue Economy di Indonesia

Indonesia telah membentuk suatu kebijakan pengelolaan laut dengan berpedoman pada prinsip pembangunan berkelanjutan yang disebut Blue Economy. Blue Economy menekankan pentingnya pengelolaan laut berkelanjutan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi bagi kemakmuran masyarakat. "Blue Economy telah mendorong tumbuh dan berkembangnya industri baru yang berbasiskan laut seperti pembangkit listrik tenaga angin dan ombak, penambangan minyak dan gas laut dalam dan dasar laut, perikanan budidaya laut, dan marine biotechnology", ungkap Sharif.

Implementasi Blue Economy di Indonesia meliputi promosi Good Ocean Governance, pengembangan wilayah Blue Economy, dan model investasi Blue Economy menuju pengunaan sumber daya alam yang lebih efisien. "Sebagai contoh kebijakan Blue Economy yang telah berhasil di implementasikan di Indonesia adalah pengembangan wilayah Blue Economy di Pulau Lombok dan Nusa Penida, bekerja sama dengan Food and Agriculture Organization (FAO)", kata Sharif.

Sharif juga menyerukan untuk terus menguatkan komitmen bersama dan kerja sama internasional dalam mengembangkan Blue Economy serta penyusunan panduan dan rencana aksi regional pengembangan Sustainable Ocean Governance. "Pengalaman menyatakan hanya melalui kerja sama yang erat, sumber daya laut dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di kawasan, khususnya melalui investasi dan perdagangan, inovasi teknologi, dan kerja sama antar UKM", ujar Sharif.

Sebelumnya pertemuan tingkat menteri ini didahului oleh Blue Economy Forum pada tanggal 25 Agustus 2014 dan pertemuan Senior Officials pada tanggal 27 Agustus 2014. Selain menghadiri pertemuan tersebut, Sharif berkesempatan untuk melakukan pertemuan bilateral dengan Administrator State Oceanic Administration, Mr. Liu Cigui. Kedua belah pihak membahas mengenai kerja sama bidang kelautan dan perikanan, termasuk rencana perpanjangan MoU Kerja Sama Kelautan RI-RRT.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Lilly Aprilya Pregiwati, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014