Jakarta (ANTARA News) - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) bersama operator telekomunikasi mengadakan pertemuan untuk membahas layanan pesan singkat (SMS) Premium yang dinilai telah kebablasan karena cenderung merugikan konsumen. "Sebagian besar layanan SMS premium sudah tahap mengkhawatirkan, jadi perlu aturan yang jelas," kata anggota BRTI, Heru Sutadi kepada ANTARA News, di Jakarta, Sabtu. Heru menjelaskan, sebagai contoh, belum lama ini ditemukan kasus penyedotan pulsa tanpa seizin pelanggan yang berujung pemblokiran layanan. Ia mengatakan, pihaknya menyampaikan kegelisahan masyarakat terhadap layanan SMS premium seperti proses "UNREG" (menghentikan layanan premium--red) yang sulit, serta pentarifan yang ditengarai tidak jelas untuk konten yang tidak jelas pula. "Disepakati bahwa proses registrasi (REG--red) dan UNREG akan lebih dirincikan, termasuk penggunaan kata-kata selain UNREG agar pelanggan dapat berhenti berlangganan. Semisal STOP, BERHENTI, dan sebagainya," ujar Heru. Selain itu, BRTI juga membicarakan soal tarif SMS premium itu tidak pada harga yang tinggi, tetap pada tarif SMS normal. Untuk itu, BRTI tengah memonitor iklan-iklan yang disampaikan operator di berbagai media, untuk mengetahui kesesuaian antara layanan yang sesungguhnya dengan yang dijanjikan di iklan. "Kami telah menerima banyak pengaduan masyarakat yang menyampaikan bahwa informasi yang disampaikan dalam iklan terkadang tidak sesuai kenyataan. Dalam rangka memberikan perlindungan terhadap konsumen, BRTI memonitor iklan-iklan operator yang dimuat di TV, radio, surat kabar maupun media lainnya," katanya. Diutarakannya, proses pemonitoran dilakukan pada materi iklan yang berkenaan dengan fitur layanan, pentarifan maupun bonus yang diberikan seperti telepon serta SMS gratis. Menurutnya, hampir semua operator mendapat kritikan dari masyarakat terkait dengan materi iklan yang dinilai terkadang menyesatkan, tidak terbukti ataupun sekedar memancing masyarakat menggunakan layanan dari operator yang beriklan. "Ada berbagai hal yang kita terima, misalnya SMS yang dijanjikan gratis tapi ternyata tidak, janji tarif murah yang ternyata kenyataannya tidak demikian, dan lain sebagainya," tegas Heru. Berbagai pengaduan tersebut masih akan dibuktikan lebih lanjut, dan jika terbukti akan diambil tindakan yang sesuai demi memberi perlindungan pada konsumen.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006