Wajar generasi muda kalau marah melihat kondisi saat ini. Ketika pembangunan masih terkonsentrasi di Jakarta dan di saat bersamaan daerah tertinggal masih banyak,"
Jakarta (ANTARA News) - Setelah 69 tahun Indonesia merdeka masih banyak pekerjaan rumah yang harus diperjuangkan untuk mewujudkan pemerataan pembangunan di daerah tertinggal.
"Wajar generasi muda kalau marah melihat kondisi saat ini. Ketika pembangunan masih terkonsentrasi di Jakarta dan di saat bersamaan daerah tertinggal masih banyak," kata Mohammad Jumhur Hidayat, aktivis dan pemerhati masalah ketenagakerjaan dalam diskusi dwi mingguan PP PMKRI dengan tema, "Strategi Pembangunan Daerah Tertinggal Menuju Indonesia hebat" di Jakarta, kemarin.
Berdasarkan data Kementerian Daerah Tertinggal (PDT), masih ada 183 kabupaten yang termasuk daerah tertinggal, dari target RPJMN 2009-2014 sebanyak 50 kabupaten. Kondisi diperparah dengan kebiasaaan pendekatan proyek. Berbagai program pembangunan hanya menguntungkan segelintir elit saja.
"Masyarakat tetap saja tidak meningkat kesejahteraannya. Maka dibutuhkan konsep ekonomi berbasis kultur dan berorientasi kerja atau Culture and Employment Based Economy," ujarnya dalam keterangan persnya yang diterima, Jumat.
Pembangunan ekonomi di daerah harus melalui pendekatan kultur dan ketenagakerjaan, sehingga akan terintegrasi seiring pertumbuhan pembangunan.
Dengan konsep di atas, pembangunan tidak hanya fokus pada pendekatan infrastruktur. Melainkan berapa Sumber Daya Manusia (SDM) yang terserap? Berapa upah yang diterima para pekerja? Level SDM seperti apa yang diterima? Dampak positifnya adalah bisa mendongkrak daya beli masyarakat daerah.
Saat ini, pemerintah telah mengabaikan terhadap kondisi nyata rakyat di daerah. Dengan politik ‘semua dipukul rata’ dengan kebijakan yang melawan kondisi masyarakat setempat. Misalnya, masyarakat Papua biasa mengkonsumsi papeda-sagu, kemudian disamaratakan dengan mengkonsumsi beras.
"Dampak negatif dipukul ratanya kebijakan pangan dengan beras mengakibatkan krisis beras nasional. Seharusnya masyarakat Papua tetap dengan Papeda," katanya.
Setidaknya kita harus belajar pada Jepang dan Tiongkok. Dimana mereka mampu menyinergikan antara modernitas yang begitu kuat dengan jati diri bangsa dan identitas lokal. Misalnya, di sebuah hotel bisa memamerkan khazanah masyarakat lokal, seperti lukisan, sandal dan lain sebagainya.
"Modernisasi adalah keunggulan yang bisa serasi dan selaras dengan kearifan lokal masyarakat yang bernilai ekonomi, " ujar mantan Kepala BNP2TKI itu.
Pembicara Dewi Hutabarat, Direktur Sinergi Indonesia mengatakan, kondisi di daerah tidak benar dikatakan tertinggal dan miskin. Faktanya, desa memiliki kekayaan yang luar biasa, seperti kita bisa mendapatkan sayuran segar yang langsung dari kebun, air minum murni dari sumber mata air.
"Kekayaan alam desa itu menjadi modal untuk memajukan masyarakat setempat," kata peraih penghargaan dari Malaysia dan India atas kesuksesannya dalam penanggulangan kemiskinan itu.(*)
Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014