Surabaya (ANTARA News) - Pengamat ekonomi dari Surabaya, Drs Tjiptohadi Sawarjuwono M.Ec PhD Ak, menilai pemudik Lebaran akan menggerakkan perekonomian desa, namun hal itu hanya berlangsung seminggu atau paling tidak selama arus mudik pada H-7 hingga H+7. "Andaikata seorang pemudik membawa Rp1 juta untuk transportasi dan belanja di desa, maka uang yang diedarkan di desa oleh lima juta pemudik asal Jatim mencapai Rp5 triliun," ujarnya kepada ANTARA di Surabaya, Jumat. Menurut dosen Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu, jika 50 persen dari pemudik itu berasal dari kota Surabaya, maka kota Pahlawan telah mampu menggerakkan perekonomian desa selama seminggu dengan Rp2,5 triliun. "Jadi, pemudik itu memiliki dampak besar bagi daerah, karena menambah uang yang beredar di daerah hingga 30 persen di sektor transportasi dan sektor riil, tapi sayang hal itu hanya seminggu," papar Ketua Program Magister Akuntansi FE Unair Surabaya tersebut. Ketua Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Jawa Timur itu menegaskan peredaran uang dalam jumlah besar di desa tidak "menghentikan" gerak perekonomian di Surabaya sendiri, sebab Surabaya sudah kebagian menjelang arus mudik. "Pemudik itu `kan bawa uang dan barang belanjaan. Nah, barang belanjaan yang dibawa justru beli dari supermarket di Surabaya selama beberapa hari menjelang mudik, sehingga kehidupan perekonomian di Surabaya sudah mengalami lonjakan yang jauh lebih besar," ucapnya. Oleh karena itu, katanya, perekonomian di Surabaya selama ditinggal pemudik bukan berhenti, namun hanya istirahat sejenak untuk mengendorkan "syaraf" setelah mengalami "peak season" (musim ramai) akibat belanja menjelang arus mudik. "Jadi, aliran dana yang mencapai triliunan dari Surabaya ke berbagai daerah di Jatim itu bermakna besar bagi desa, tapi hal itu tidak berarti bagi Surabaya sendiri, karena perekonomian di Surabaya akan tetap berjalan seperti biasa pasca arus balik," tegasnya. (*)
Copyright © ANTARA 2006