Jakarta (ANTARA News) - Pendiri Komunitas lari Indorunners Reza Puspo memaparkan cara berlari yang benar yang selama ini tidak begitu diperhatikan.
"Balik lagi, berlari itu bukan budaya kita, saya sadar banget di sekolah enggak ada yang mengajarkan tapi yang menyuruh lewat hukuman banyak," kata Reza Puspo usai konferensi pers "Lari Sejuta Kilometer untuk Seribu Beasiswa SMA" di Jakarta, Kamis.
Reza mengatakan berlari perlu memperhatikan posisi tubuh, kemampuan otot dan pengaturan napas.
"Ketika landing, (saat kaki akan menapak) usahakan di bagian depan atau tengah kaki, jangan terlalu ke balakang nanti akan terjadi friction (gesekan) dan memperlambat flow (irama)," katanya.
Selain itu, lanjut dia, posisikan badan sedikit condong ke depan beberapa derajat untuk menghindari beban gravitasi badan di lutut.
"Sebaiknya condong sedikit ke depan karena berat badan kita jatuh di mata kaki," katanya.
Dia juga menyarankan agar memperhatikan pengaturan napas dan mengayunkan tangan yang membantu irama, kecepatan dan kenyamanan berlari.
Untuk area yang menanjak, Reza menyarankan agar ayunan tangan berperan lebih besar dibandingkan kaki yang langkahnya harus diperkecil.
Sebaliknya, tambah dia, ketika menurun lepaskan ayunan kaki dan perkecil ayunan tangan untuk memberikan keseimbangan.
Untuk latihan, kata Reza, terdapat tiga jenis latihan yang harus diperhatikan, yakni latihan interval, tempo dan ketahanan (endurance) yang dilakukan efektif tiga kali seminggu.
"Latihan interval itu untuk melatih kecepatan, jadi dalam 40 menit saya lari cepat satu kilometer, dua menit istirahat dengan berjalan kaki, kemudian lari kencang lagi, istirahat lagi, begitu seterusnya," katanya.
Dia mengatakan teknik tersebut bukan untuk mengumpulkan "miliage" (jarak berlari), tetapi mendorong daya tahan laktat agar otot sudah terbiasa dan tidak cepat lelah.
Kedua, latihan tempo, yakni mempertahankan kecepatan berlari dalam satu percepatan lari (pace).
"Misalnya, saya punya target waktu untuk maraton (42 kilometer) tiga jam 45 menit, artinya pace (percepatan) saya harus bisa maintain (pertahankan) di lima menit 30 detik per kilometer," katanya.
Ketiga, "long run", yakni lari sejauh mungkin semampunya yang bertujuan untuk menguji ketahanan (endurance), bisa dilakukan di hari libur, seperti hari bebas kendaraan bermotor (car free day).
Namun, dia mengatakan pada intinya berlari merupakan proses mencari kenyaman sendiri, seiring waktu akan menemukan cara paling nyaman untuk dirinya dalam berlari.
"Semua badan punya bio mekanismenya sendiri, kita akan menemukan ritme lari badan kita dan tidak pernah sama dengan orang lain," katanya.
Dia juga menganjurkan untuk pelari terutama di Jakarta yang mana harus berbagi jalan dengan pengedara motor dan pengemudi lainnya, yakni lari berlawan arah.
"Lari berlawanan arah, karena kita tahu apa yang ada di depan kita, banyak kasus kecelakaan seperti itu," katanya.
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014