Tujuan penataan kembali perekrutan ini untuk melindungi para ABK karena selama ini perusahaan yang mengirim ABK tidak kompeten, dalam arti bukan perusahaan pengerah tenaga kerja seperti yang diamanatkan Undang-Undang penempatan dan perlindungan tenag

Semarang (ANTARA News) - Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Tatang Budie Utama Razak menilai bahwa perekrutan anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang bekerja pada kapal penangkap ikan asing, perlu ditata kembali.

"Tujuan penataan kembali perekrutan ini untuk melindungi para ABK karena selama ini perusahaan yang mengirim ABK tidak kompeten, dalam arti bukan perusahaan pengerah tenaga kerja seperti yang diamanatkan Undang-Undang penempatan dan perlindungan tenaga kerja," katanya di Semarang, Kamis.

Hal tersebut disampaikan Tatang usai penutupan rapat koordinasi antarakementerian dan lembaga membahas mekanisme penempatan serta perlindungan anak buah kapal (ABK) yang bekerja di kapal penangkap ikan asing di luar negeri.

Rakor tersebut antara lain, dihadiri oleh perwakilan Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).

Ia mengungkapkan, kontrak kerja yang dibuat perusahaan saat merekrut ABK untuk dipekerjakan di kapal penangkap ikan asing itu banyak yang tidak jelas.

"Bahkan ABK yang dikirim bekerja ke kapal penangkap ikan asing itu bukan ABK yang terlatih sehingga ada kerawanan dalam perlindungan dan mereka (ABK, red) tidak bisa didata atau diverifikasi serta tidak ada jaminan seperti asuransi," ujarnya.

Menurut dia, ada peraturan-peraturan dari berbagai instansi yang perlu disinkronkan dalam upaya memberikan perlindungan bagi ABK yang bekerja di kapal penangkap ikan asing.

Ia mengatakan bahwa setelah rakor ini, akan disusun rekomendasi yang intinya adalah bagaimana kententuan itu dikeluarkan oleh satu instansi yang betul-betul memiliki kewenangan.

"Kalau ini memang kategori TKI ya Kemenakertrans yang menjadi leading sector dan harus jelas, kalau dikirim oleh BNP2TKI maka harus mematuhi semua ketentuan yang telah ditetapkan bersama," katanya.

Selain itu, kata dia, perlu ada sosialisasi ke masyarakat mengenai perekrutan ABK dan dorongan serta pemberdayaan sekolah-sekolah perikanan yang mulai muncul di beberapa daerah.

Rakor antarkementerian dan lembaga ini dilatarbelakangi maraknya kasus yang dialami oleh ABK Indonesia di luar negeri dalam beberapa tahun terakhir ini.

Kemenlu mencatat jumlah ABK asal Indonesia yang bekerja di luar negeri pada 2014 sebanyak 262.869 orang, dan sebagian besar terkonsentrasi di wilayah Asia Pasifik, Amerika Selatan, serta Afrika.

Dari jumlah ABK asal Indonesia yang bekerja di luar negeri tersebut secara garis besar dapat dibagi menjadi ABK yang bekerja di kapal kargo (6,57 persen), kapal pesiar (6,80 persen), kapal tanker (0,68 persen), "tugboat" (8,84 persen), dan nelayan atau penangkap ikan (77,09 persen).

Dari total jumlah ABK itu, terjadi sebanyak 1.617 kasus pada 2013 yang terdiri atas 49,10 persen kasus pidana, 0,06 persen kasus perdata, 3,95 persen keimigrasian, 27,82 persen ketenagakerjaan, dan 19,04 persen kasus-kasus lain.

(KR-WSN/S025)

Pewarta: Wisnu Adhi N.
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014