Jakarta (ANTARA) - Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengidentifikasi sebanyak 22 spesies burung dengan total 133 individu yang tersebar pada 31 panel relief Lalitavistara Candi Borobudur.

Dalam webinar yang diikuti di Jakarta, Jumat, Peneliti dari Kelompok Riset Aves BRIN Hidayat Ashari menjelaskan bahwa kemunculan spesies burung yang teridentifikasi tersebut memiliki narasi-narasi spesifik yang mendukung penggambaran cerita perjalanan hidup Siddharta Gautama atau Sang Buddha yang mencapai pencerahan sejati.

Secara garis besar, peneliti mengidentifikasi bahwa kemunculan 22 spesies burung itu terkait dengan tiga hal, yaitu mengindikasikan waktu, mengindikasikan tentang habitat, serta mengindikasikan perilaku (behaviour) burung yang memiliki arti tertentu tentang kemunculannya.

“Kemunculan tentang waktu, habitat, dan behaviour digunakan oleh pemahat pada saat itu untuk memperkuat cerita dan memperkuat apa yang mau disampaikan di panel itu,” kata Hidayat.

Sebanyak 22 spesies burung itu antara lain elang (Accipitridae), kerak kerbau (Acridotheres javanicus), kareo padi (Amaurornis phoenicurus), kuntul kerbau (Bubulcus ibis), aves (Aves), merpati karang (Columba livia), kucica kampung (Copsychus saularis), gagak hutan (Corvus enca), belibis polos (Dendrocygna javanica), dan belibis (Dendrocygna sp.).

Kemudian, pelatuk ayam (Dryocopus javensis), kuntul kecil (Egretta garzetta), burung pipit (Estrildidae), ayam hutan merah (Gallus gallus), serindit jawa (Loriculus pusillus), burung madu sriganti (Cinnyris jugularis), merak hijau (Pavo muticus), betet biasa (Psittacula Alexandri), parkit ekor panjang (Psittacula longicauda), walet linci (Collocalia linchi), merpati (Columbidae), serta meninting (Enicurus sp).

"Gambaran burung tadi bukan hanya sebagai dekorasi, tapi simbol yang memiliki arti. Dan burung yang muncul rata-rata siang hari saja, tidak ketemu di malam hari. Kontras dengan mammals yang banyak ditemukan di malam hari. Ini (fauna pada relief) digunakan untuk mencirikan waktu," kata Hidayat.

Dari observasi yang dilakukan peneliti, Hidayat menduga bahwa pemahat relief Candi Borobudur tidak hanya sebagai seniman melainkan dapat dikatakan sebagai saintis pada masanya. Hal ini mengingat gambaran spesies burung pada panel relief Lalitavistara dipahat secara detail sehingga dapat teridentifikasi morfologinya dengan baik.

Ia mengatakan, mayoritas spesies burung tersebut merupakan spesies yang distribusinya berada di pulau Jawa. Hanya satu spesies yang distribusinya tidak ditemukan di pulau Jawa, yaitu parkit ekor panjang.

Hidayat menduga, ada dua kemungkinan yang mendorong kemunculan parkit ekor panjang pada relief Lalitavistara Candi Borobudur. Dugaan pertama, spesies tersebut muncul terkait dengan aktivitas perdagangan yang terjadi di masa lalu. Dugaan kedua, parkit ekor panjang pada masa lalu sebetulnya telah ada di pulau Jawa tapi kemudian punah. Namun, dugaan-dugaan tersebut membutuhkan penelitian lebih lanjut.

“Bahwa fakta ini, mereka (pemahat) melihat burung-burung ini di abad ke-7 dan ke-8 (saat pembangunan Candi Borobudur), maka kita bisa menggunakan itu misalkan untuk mengkaji tentang evolusi atau tentang distribusi dulu dan sekarang kita bisa bandingkan, itu kan bisa juga (menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya),” kata Hidayat.

Baca juga: Pelestarian budaya lewat Pameran Arsitektur Vernakular Borobudur 2024
Baca juga: Sejarah Candi Borobudur dan harga tiket masuk wisatawan

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024