Jakarta (ANTARA News) - Ide pembentukan sebuah lembaga khusus atau kementerian maritim untuk menuju Indonesia sebagai negara maritim dan poros maritim dunia dinilai tidak efisien dan tumpang tindih dengan kementerian yang sudah ada yaitu kementerian kelautan dan perikanan.
Pembentukan kementerian baru sejenis selain membebani keuangan negara juga akan menambah sistem administrasi yang semakin semrawut dalam sistem pengelolaan perikanan dan kelautan di Indonesia. Tupoksi kementerian maritim yang baru juga dikawatirkan menjadi tumpang tindih dengan kementerian kelautan dan perikanan yang sudah ada sekarang ini.
Dengan demikian, untuk bisa berkonsentrasi penuh di bidang maritim maka yang diperlukan adalah penguatan kementerian kelautan dan perikanan yang sudah ada dan bukan membentuk sebuah kementerian maritim yang baru.
Penguasaan suatu bidang bukan harus dimulai dengan pembentukan sebuah kementerian akan tetapi dimulai dengan niat dan komitmen dari pemerintah dan masyarakatnya.
Sebagai contoh, Amerika dengan luasan laut yang sangat besar tidak memiliki departemen kelautan dan perikanan (tidak ada seorang menteri yang khusus mengurusi kelautan dan perikanan). Negara adidaya itu hanya memiliki sebuah badan yaitu National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) yang berada di bawah departemen perdagangan. NOAA ini setaraf direktorat jenderal (Ditjen) di Indonesia.
Akan tetapi dengan komitmen yang kuat dari pemerintah Amerika untuk menguasai dan membangun kelautan mereka, maka dengan hanya memiliki sebuah badan dibawah sebuah departemen, Amerika merupakan salah satu negara termaju dibidang kelautan di dunia.
Percepatan pembangunan di bidang maritim di Indonesia seyogianya dapat dicapai dengan penguatan kementerian kelautan dan perikanan yang sudah ada dengan diikuti dengan komitmen yang kuat dari pemerintah pusat dan daerah untuk mensinergikan arah kebijakan pembangunan Indonesia berbasis kelautan di masa depan.
Artinya Anggaran Pembangunan dan Belanja Negara (APBN) untuk kementerian kelautan dan perikan harus ditingkatkan begitu juga dengan anggaran di kementerian terkait seperti PU, ESDM, Pendidikan dan Kebudayaan, Perhubungan, Lingkungan Hidup, dan Ristek seyogianya diarahkan dan dikaitkan dengan pembangunan berbasis kelautan.
Dalam pemerintahan sebelumnya sampai saat ini, alokasi anggaran untuk kementerian kelautan dan perikanan masih merupakan salah satu anggaran terendah dibandingkan dengan kementerian lainnya begitu juga alokasi anggaran di kementerian terkait lainnya masih lebih berorientasi ke arah daratan dibanding ke arah lautan.
Mengingat anggaran kementerian kelautan dan perikanan yang relatif rendah, sampai saat ini kementerian ini belum berfungsi secara maksimal sebagai contoh pengelolaan hutan mangrove dan taman wisata laut yang sebelumnya dikelola kementerian kehutanan belum sepenuhnya diberikan dan dikelola kementerian kelautan dan perikanan.
Pengawasan wilayah laut, penangkapan ikan, pengelolaan wilayah pesisir, kesehatan lingkungan laut, dan penelitian kelautan merupakan bidang yang masih kurang maksimal ditangani kementerian kelautan dan perikanan karena keterbatasan dana.
Penguasaan dan pembangunan di bidang kelautan membutuhkan biaya yang berlipat ganda dibandingkan dengan hal yang sama di daratan mengingat medan di lautan sangat kompleks dan sulit. Untuk itu, kalau kita komit dengan pembangunan berbasis kelautan menuju negara maritim dan menjadi poros maritim dunia maka kita harus siap-siap meningkatkan anggaran yang berlipat ganda ke arah penguasaan dan pembangunan kelautan itu.
Sebelum dapat menguasai dan membangun kelautan di Indonesia, hal yang sangat penting diperhatikan adalah proses pengawasan batas wilayah laut Indonesia dan proses penelitian kelautan di Indonesia. Dua hal ini merupakan kegiatan yang sangat menghabiskan dana dengan hasil nyata yang relatif sedikit bila dibandingkan dengan kegiatan yang sama di daratan.
Sebagai contoh, penelitian dengan menggunakan kapal riset Baruna Jaya memerlukan biaya berlayar sekitar Rp300 juta/hari dengan kecepatan rata-rata 10 knots (18 km/jam). Biaya ini hanya untuk biaya BBM untuk kapal ditambah biaya hidup dan gaji nakhoda kapal belum termasuk biaya untuk peralatan dan personel penelitian. Dengan kecepatan ini, untuk mencapai garis terluar kawasan laut Indonesia atau zona ekonomi eksklusif (ZEE) atau sekitar 200 mil laut dari garis pantai dibutuhkan waktu sekitar 20 jam atau hampir satu hari.
Untuk mengambil satu contoh dasar sedimen (coring) laut dalam dibutuhkan waktu 1-2 hari. Dengan demikian, untuk penelitian selama 10 hari saja, bisa menghabiskan biaya Rp3 miliar hanya untuk baya kapal dan kru. Sehingga dapat dibayangkan berapa banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk melakukan penelitian di lautan dengan hasil yang belum tentu sesuai dengan harapan dan belum tentu dapat dimanfaatkan secara langsung.
Padahal untuk menguasai lautan, hal pertama yang dilakukan adalah mengetahui kondisi dan potensi lautan itu melalui beberapa penelitian ilmiah. Hal yang sama berlaku dalam biaya berlayar untuk kapal pengawas yang akan menghabiskan biaya yang sangat besar tergantung dari besaran kapal yang digunakan.
Tanpa pengawasan yang maksimal akan batas perairan kita, maka kencenderungan kehilangan ikan akibat pencurian oleh negara lain akan sangat besar yang mengakibatkan kerugian besar bagi bangsa kita serta kemungkinan akan kehilangan luas wilayah perairan kita.
Pembangunan tol laut, pembangunan jalan sepanjang pantai, pengembangan pelabuhan-pelabuhan internasional, pengelolaan wilayah pesisir, peningkatan hasil tangkapan ikan dan penghasilan nelayan, eksplorasi laut dalam yang ramah lingkungan, dan peningkatan kesehatan lingkungan laut merupakan hal-hal yang harus dilaksanakan dan dikembangkan oleh pemerintahan mendatang untuk menuju Indonesia sebagai negara maritim dan poros maritim dunia.
Semua kegiatan di atas dapat terlaksana dengan mensinergikan dan menfokuskan kementerian terkait yang sudah ada untuk lebih fokus kepada pembangunan berbasis kelautan tanpa membentuk kementerian maritim atau lembaga khusus maritim yang baru.
Dengan demikian, dengan penguatan dan efisiensi kementerian kelautan dan perikanan, peningkatan sinergi kementerian terkait lainnya, dan komitmen yang tinggi dari seluruh pemerintah pusat dan daerah untuk melaksanakan kebijakan pembangunan berbasis kelautan maka Indonesia akan dapat menjadi negara maritim serta menjadi poros maritim dunia.
*(Penulis adalah Dosen di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB dan pernah tinggal selama 13 tahun di coastal state of Florida, USA) (B012/Z003)
Oleh Bisman Nababan PhD
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014