(Dana) otsusnya (otonomi khusus) sekitar Rp75 triliun, dan dana tambahan infrastruktur sisanya sekitar Rp24 triliun

Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan bahwa pihaknya diminta untuk memberikan atensi terhadap persoalan-persoalan yang terjadi di wilayah Papua.

Apalagi, Presiden Prabowo Subianto jelas telah menempatkan Papua sebagai salah satu fokus utama dalam agenda pembangunan di Indonesia, tutur Bima Arya dalam keterangannya di Jakarta.

"Kalau Papua mendapatkan atensi khusus dari Bapak Presiden Prabowo, tentu harus diturunkan, dijabarkan oleh kami semua sebagai pembantu presiden," kata Bima dalam kegiatan Bimtek Provinsi Papua tentang Penatausahaan, Akuntansi, dan Pelaporan dalam Sistem Informasi Pemerintahan Daerah Republik Indonesia (SIPD-RI) di Jakarta, Jumat.

Kemendagri pun didorong untuk mengambil langkah-langkah khusus guna menyelesaikan permasalahan yang masih terjadi di Bumi Cenderawasih.

Dia menjelaskan pemerintah sangat menaruh perhatian besar terhadap masyarakat Papua. Hal itu tercermin dari alokasi anggaran yang signifikan.

Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi (monev), sejak tahun 2002 hingga 2021, anggaran untuk Papua sudah mencapai Rp100 triliun.

"(Dana) otsusnya (otonomi khusus) sekitar Rp75 triliun, dan dana tambahan infrastruktur sisanya sekitar Rp24 triliun," ujarnya.

Penyaluran anggaran tersebut, sambung dia, telah memberikan dampak positif, terutama dalam peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Papua.

Buktinya, IPM Papua kini tidak lagi berada dalam kategori rendah, tetapi telah meningkat masuk ke dalam kategori sedang.

"IPM tumbuh karena aksi afirmasi dan IPM tumbuh karena alokasi anggaran yang sangat besar tadi," tambah Bima.

Bima juga melihat potensi alam di keenam provinsi di Tanah Papua sangat luar biasa. Menurutnya, hal itu dapat mendukung kebijakan affirmative action yang diterapkan.

Baca juga: Pimpinan MPR dukung Kemenko Polhukam "leading sector" persoalan Papua

Baca juga: Pengamat: Prabowo andalkan pengalaman jawab persoalan konflik Papua

"Affirmative action-nya juga luar biasa. Tentu bagaimana kita menyerap dana itu, bagaimana kita mengeksekusi program, dan mempertanggungjawabkan itu juga harus luar biasa. Harapan itu besar," ucapnya.

Ia mewanti-wanti bahwa penambahan anggaran setiap tahun saja tidak cukup. Sebab, hal yang paling penting adalah memastikan penyaluran anggaran tersebut memberikan dampak terhadap kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi di Papua.

Selanjutnya, Bima menyampaikan Presiden Prabowo menargetkan pertumbuhan ekonomi nasional dapat mencapai 8 persen.

Hal ini penting sebagai langkah untuk menempatkan Indonesia dalam posisi lima besar ekonomi dunia pada 2045.

Karena itu, untuk merealisasikannya, setiap provinsi perlu memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang signifikan.

"Setiap provinsi pasti ada kendalanya. Karena itu, Bimtek seperti ini, sesi-sesi seperti ini, sebetulnya mengurai kendala-kendala apa yang dihadapi sehingga APBD tidak terserap dengan baik," jelas Bima.

Dirinya menekankan apabila Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tidak terserap dengan baik, maka pertumbuhan ekonomi suatu daerah juga tidak akan meningkat.

Oleh karena itu, sistem transparansi dan akuntabilitas menjadi kebutuhan mendesak dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Apalagi, di tengah perbedaan tingkat pengawasan di berbagai daerah yang masih menjadi kendala.

Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024