Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan tetap melanjutkan program pengendalian pemakaian BBM subsidi jenis premium dan solar agar konsumsi sampai akhir 2014 sesuai kuota UU APBN Perubahan sebesar 46 juta kiloliter.
Menteri ESDM Jero Wacik sebelum rapat dengan Komisi VII DPR di Jakarta, Senin mengatakan, pemerintah tidak berencana menambah kuota BBM subsidi yang ditetapkan sebesar 46 juta kiloliter.
"Kalau kuota BBM dinaikkan, maka subsidi akan naik lagi. Subsidi BBM ini sudah terlalu tinggi, harus dikurangi," ujarnya.
Menurut dia, antrean pengguna BBM subsidi di sejumlah SPBU bukan karena kelangkaan.
"BBM nonsubsidi tersedia dengan melimpah. Untuk subsidi memang dikurangi. Jadi, tidak ada kelangkaan BBM," katanya.
Jero meminta kesadaran pengguna BBM khususnya kelas menengah ke atas untuk memakai BBM nonsubsidi.
"Kalangan menengah atas tidak akan miskin kalau beli BBM nonsubsidi. Jadi, bantulah negara untuk mengurangi BBM subsidi," ujarnya.
Kesepakatan BBM subsidi sebesar 46 juta kiloliter, lanjutnya, memang memberikan konsekuensi perlunya pengendalian BBM subsidi.
"Kalau tidak melakukan langkah pengendalian, maka kuota akan habis sebelum akhir tahun," ujarnya.
Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) Hanung Budya mengungkapkan, antrean pembelian BBM subsidi di SPBU merupakan konsekuensi logis karena kuota BBM dikurangi dari 48 menjadi 46 juta kiloliter.
"Karena kuota dikurangi dari 48 menjadi 46 juta kiloliter, maka kami melakukan langkah-langkah penyesuaian penyaluran harian," katanya.
Sejak 18 Agustus 2014, Pertamina mengurangi jatah BBM bersubsidi harian SPBU secara prorata.
Premium dikurangi lima persen dan solar antara 10-15 persen.
Dengan pengurangan tersebut, maka diharapkan kuota solar dan premium cukup hingga akhir 2014.
"Khusus di wilayah pantai utara Jawa, antrean juga dikarenakan panic buying karena ada isu premium kosong dan isu ini tidak benar," kata Hanung.
Menurut dia, stok BBM subsidi dalam posisi aman yakni memenuhi kebutuhan hingga 18 hari ke depan.
"Kami juga menyediakan BBM nonsubsidi dalam jumlah yang lebih dari cukup," ujarnya.
Juru Bicara Pertamina Ali Mundakir menambahkan, pengurangan penyaluran premium dan solar bersubsidi di SPBU sesuai amanat UU APBN Perubahan 2014.
"UU itu mengamanatkan kuota tidak lebih dari 46 juta kiloliter," ujarnya.
Menurut dia, per 18 Agustus 2014, sisa kuota premium subsidi tinggal 10 juta kiloliter dan solar 5,5 juta kiloliter.
"Kalau tidak dikurangi, sisa kuota premium dan solar subsidi tidak akan cukup," katanya.
Jika tidak dikurangi, Pertamina memperkirakan konsumsi solar subsidi akan habis pada 30 November dan premium pada 19 Desember 2014.
Ali juga mengatakan, kebijakan pengurangan penyaluran premium dan solar bersubsidi hanya sampai akhir 2014.
"Kebijakan selanjutnya, terserah pemerintah," ujarnya.
Di luar langkah Pertamina tersebut, BPH Migas melalui Surat Edaran No 937/07/Ka BPH/2014 tertanggal 24 Juli 2014 mengeluarkan kebijakan pembatasan penjualan solar dan premium bersubsidi mulai Agustus 2014.
Kebijakan pembatasan tersebut terdiri atas tidak ada penjualan solar bersubsidi di Jakarta Pusat.
Lalu, penjualan solar bersubsidi di SPBU di wilayah tertentu di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Bali dibatasi pukul 08.00-18.00 waktu setempat.
Kemudian, alokasi solar bersubsidi untuk lembaga penyalur nelayan juga dipotong 20 persen dengan penyalurannya mengutamakan kapal nelayan di bawah 30 ton.
Sedang, seluruh SPBU di jalan tol tidak menjual premium bersubsidi dan hanya menyediakan pertamax.
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2014