Jakarta (ANTARA News) - Kepolisian RI (Polri) tidak cekatan dengan tidak mengantisipasi kerusuhan di Poso pada 22 Oktober, meski sudah menjadi rahasia umum bahwa menjelang hari raya keagamaan adalah saat-saat rawan dalam kehidupan berbangsa, kata Ketua Komisi III DPR, Trimedya Panjaitan, di Jakarta, Selasa. "Saya nyatakan prihatin terhadap kinerja Polri," kata Ketua komisi yang membidangi HAM dan keamanan itu di sela-sela `open house` Idul Fitri di kediaman mantan Presiden Megawati Soekarnoputri. Dia mengatakan seharusnya Polri sudah bisa mempelajari pola kerusuhan yang terjadi beberapa tahun silam, terutama setiap menjelang hari raya keagamaan. "Polri harus menjadi pihak yang mengantisipasi terjadinya kerusuhan," katanya. Anggota DPR RI dari Fraksi PDI-P itu mengharapkan kasus Poso dapat segera diselesaikan, sehingga tidak menimbulkan kesan berlarut-larut yang berujung pada asumsi negatif terhadap kinerja Polri. Polri, lanjut Trimedya, harus bisa mengungkap semua kasus yang terjadi di Poso, termasuk menjabarkan secara detail aktor yang berperan di balik setiap kasus. Hal itu, antara lain, untuk melihat ada tidaknya peran oknum lokal dan Jakarta yang seharusnya ikut bertanggungjawab. Terkait keberadaan pasukan Brimob di Poso, dia tidak terlalu mempermasalahkan. Dia menyarankan tidak perlu dilakukan penarikan terhadap pasukan elit Polri itu. Perbaikan keadaan bisa dilakukan dengan usaha-usaha persuasif. "Misalnya dilakukan pendekatan dengan warga," katanya. Ketegangan antara aparat keamanan dengan warga Keluarahan Gebang Rejo dan Kelurahan Kayamanya mulai memuncak sesaat setelah sebahagian besar warga menunaikan shalat tarawih (22/10). Versi warga kota Poso menyebutkan aparat keamanan pada Minggu malam bermaksud melakukan penggrebekan di kawasan Pondok Pesantren Amanah di Tanah Runtuh, Keluruhan Gebang Rejo. Keinginan aparat keamanan mendapat penolakan dari warga setempat sehingga terjadi ketegangan. Sedikitnya tiga warga terluka dan satu meninggal dunia setelah kerusuhan itu berlanjut sehari sesudahnya. Kejadian kedua ini terjadi ketika sekitar 300 warga mengatar jenazah Syaifuddin alias udin (22), korban penembakan Minggu malam, dari rumah duka di Kompleks PDAM Poso di Jalan Pulau Irian menuju taman pemakaman umum Islam Gebang Rejo di Jalan Pulau Tarakan. Saat rombongan pengantar jenazah melintas di Jalan Pulau Serang, mereka meneriaki anggota Brimob yang sedang bertugas di pos keamanan, beberapa di antara warga melempari petugas. Anggota Brimob membuang tembakan peringatan ke udara guna mengendalikan massa. Akibatnya, dua warga terluka karena terkena peluru dan serpihannya. (*)
Copyright © ANTARA 2006