Jakarta (ANTARA) - Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto berpendapat bahwa polisi harus menggunakan senjata api (senpi) sesuai dengan tugas dan fungsinya.
"Penggunaan senjata api itu harus melekat pada fungsi. Bukan pada jabatan, bukan pula untuk gagah-gagahan," kata Bambang ketika dihubungi di Jakarta, Jumat.
Selain itu, ia menilai bahwa perlu ada aturan tambahan terkait dengan pengendalian dan penyimpanan senjata api oleh polisi, seperti meninggalkan senjata api di kantor sebelum pulang dinas untuk meminimalisasi terjadinya penggunaan senjata api yang tidak bertanggung jawab.
"Selesai menjalankan tugas sesuai fungsinya, senjata api harus diserahkan kembali ke gudang senjata," ucapnya.
Lebih lanjut, menurutnya, hal yang tidak kalah penting adalah pengendalian penggunaan peluru tajam pada senjata api yang digunakan polisi.
Ia menilai, peluru tajam seharusnya hanya digunakan pada fungsi-fungsi yang berpotensi ancaman atau dengan risiko keselamatan yang tinggi, sehingga penggunaan peluru tajam yang tidak sesuai fungsinya harus dihentikan.
Langkah-langkah tersebut, kata dia, akan mampu meminimalisasi risiko kembali terjadinya kasus penembakan oleh polisi yang terjadi belakangan ini.
"Risiko di mana pun pasti ada. Yang bisa dilakukan adalah meminimalisasi risiko," ucapnya menegaskan.
Baca juga: Mencegah penyalahgunaan senjata api oleh oknum aparat
Baca juga: Akademisi: Izin penggunaan senjata api oleh polisi perlu dicek ulang
Baca juga: Ketua MPR minta Polri evaluasi berkala anggota yang pegang senjata api
Diketahui, pada dua pekan belakangan ini terjadi kasus penggunaan senjata api oleh polisi dengan tidak bertanggung jawab.
Pada Jumat (22/11) terjadi kasus penembakan Kasatreskrim Polres Solok Selatan, Kompol Anumerta Ryanto Ulil Anshar oleh rekan sejawatnya, mantan Kabaggops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar, karena Satreskrim menangkap seorang pelaku tambang galian ilegal.
Adapun AKP Dadang telah diberikan sanksi pemberhentian dengan tidak dengan hormat atau PTDH dari kepolisian dan dijerat dengan pasal pembunuhan berencana oleh Polda Sumatera Barat.
Selain itu, pada Senin (25/11), seorang siswa SMKN 4 Kota Semarang, Jawa Tengah, berinisial GRO, dilaporkan meninggal dunia diduga akibat luka tembak senjata api di tubuhnya.
Polisi menduga korban merupakan pelaku tawuran antar-gangster. Polisi yang berusaha melerai peristiwa tawuran antar-gangster tersebut terpaksa membela diri dengan menembakkan senjata api.
Akhirnya, pada Rabu (26/11), oknum polisi berinisial R, terduga pelaku penembakan siswa SMKN 4 Semarang, sudah ditahan dan menjalani penempatan khusus selama 20 hari dalam penyelidikan perkara tersebut.
Oknum polisi R akan menjalani sidang etik atas tindakan eksesif yang dilakukan.
Pewarta: Nadia Putri Rahmani
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024